Thursday, March 31, 2011

Makan dari Rizki yang Halal

 

عن أبي هريرة –رضي الله عنه – قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " إن الله تعالى طيب لا يقبل إلا طيبا ،وان الله أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين ..فقال تعالى " يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا... " المؤمنون /51... وقال الله تعالى يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُم ..." البقرة/172 ... ثم ذكر رجل يطيل السفر أشعث اغبر يمد يده إلى السماء يا رب يا رب ، ومطعمه حرام ومشربه حرام وملبسة حرام وغذي بالحرام فإنى يستجاب له

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anh, ia berkata : “Telah bersabda Rasululloh : “ Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rasul, maka Allah telah berfirman: Wahai para Rasul, makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal shalih. Dan Dia berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu.’ Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, berambut kusut, dan berdebu menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Tuhan, wahai Tuhan” , sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana orang seperti ini dikabulkan do’anya".
[Muslim no. 1015] 

Kata “thayyib (baik)” berkenaan dengan sifat Allah maksudnya ialah bersih dari segala kekurangan. Hadits ini merupakan salah satu dasar dan landasan pembinaan hukum Islam. Hadits ini berisi anjuran membelanjakan sebagian dari harta yang halal dan melarang membelanjakan harta yang haram. Makanan, minuman, pakaian dan sebagainya hendaknya benar-benar yang halal tanpa bercampur yang syubhat.

Orang yang ingin memohon kepada Allah hendaklah memperhatikan persyaratan yang tersebut pada Hadits ini. Hadits ini juga menyatakan bahwa seseorang yang membelanjakan hartanya dalam kebaikan berarti ia telah membersihkan dan menumbuhkan hartanya. Makanan yang enak tetapi tidak halal menjadi malapetaka bagi yang memakannya dan Allah tidak akan menerima amal kebajikannya.

Kalimat “kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, berambut kusut, dan berdebu”, maksudnya ialah menempuh perjalanan jauh untuk melaksanakan kebaikan seperti haji, jihad, dan perbuatan baik lainnya. Amal kebajikan tersebut tidak akan diterima oleh Allah bila yang bersangkutan makan, minum dan berpakaian dari hasil yang haram. Lalu bagaimana lagi nasib orang-orang yang berbuat dosa di dunia atau berlaku zhalim kepada orang lain atau mengabaikan ibadah dan amal kebajikan?

Kalimat “menengadahkan kedua tangannya” maksudnya berdo’a kepada Allah memohon sesuatu, namun dia tetap berbuat dosa dan melanggar aturan agama.

Kalimat “makanannya haram…, maka bagaimana orang seperti ini dikabulkan do’anya”, maksudnya bagaimana orang yang perbuatannya semacam itu akan dikabulkan do’anya, karena dia bukanlah orang yang layak dikabulkan do’anya. Akan tetapi walaupun demikian, boleh saja Allah mengabulkannya sebagai tanda kemurahan, kasih sayang dan pemberian karunia. Wallaahu a’lam.


Tuesday, March 29, 2011

Melaksanakan Perintah Sesuai Kemampuan

 

عن أبي هريرة عبدالرحمن بن صخر رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ما نهيتكم عنه فاجتنبوه وما أمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم , فإنما أهلك الذين من قبلكم كثرة مسائلم واختلافهم على أنبيائهم

Dari Abu Hurairah, 'Abdurrahman bin Shakhr radhiallahu 'anh, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah bersabda : "Apa saja yang aku larang kamu melaksanakannya, hendaklah kamu jauhi dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu, maka lakukanlah menurut kemampuan kamu. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka (tidak mau taat dan patuh)"
[Bukhari no. 7288, Muslim no. 1337]

Hadits ini terdapat dalam kitab Muslim dari Abu Hurairah, ia berkata : “Rasulullah berkhutbah dihadapan kami, sabda beliau : Wahai manusia, Allah telah mewajibkan kepada kamu haji, karena itu berhajilah, lalu seseorang bertanya : Wahai Rasulullah… apakah setiap tahun ?, Rasulullah diam, sampai orang itu bertanya tiga kali, lalu Rasulullah bersabda : Kalau aku katakana “ya” niscaya menjadi wajib dan kamu tidak akan sanggup melakukannya, kemudian beliau bersabda lagi :Biarkanlah aku dengan apa yang aku diamkan, karena kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka. Maka jika aku perintahkan melakukan sesuatu, kerjakanlah menurut kemampuan kamu, tetapi jika aku melarang kamu melakukan sesuatu, maka tinggalkanlah. Laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah adalah Aqra’ bin Habits, demikianlah menurut suatu riwayat.

Para ahli ushul fiqh mempersoalkan perintah dalam agama, apakah perintah itu harus dilakukan berulang-ulang ataukah tidak. Sebagian besar ahli fiqh dan ahli ilmu kalam menyatakan tidak wajib berulang-ulang. Akan tetapi yang lain tidak menyatakan setuju atau menolak, tetapi menunggu penjelasan selanjutnya. Hadits ini dijadikan dalil bagi mereka yang bersikap menanti (netral), karena sahabat tersebut bertanya “Apakah setiap tahun?” sekiranya perintah itu dengan sendirinya mengharuskan pelaksanaan berulang-ulang atau tidak, tentu Rasulullah tidak menjawab dengan kata-kata “Kalau aku katakan “ya”, niscaya menjadi wajib dan kamu tidak akan sanggup melakukannya” Bahkan tidak ada gunanya hal tersebut ditanyakan. Akan tetapi secara umum perintah itu mengandung pengertian tidak perlu dilaksanakan berulang-ulang. Kaum muslim sepakat bahwa menurut agama, bahwa haji itu hanya wajib dilakukan satu kali seumur hidup.

Kalimat, “Biarkanlah aku dengan apa yang aku diamkan” secara formal menunjukkan bahwa setiap perintah agama tidaklah wajib dilaksanakan berulang-ulang, kalimat ini juga menunjukkan bahwa pada asalnya tidak ada kewajiban melaksanakan ibadah sampai datang keterangan agama. Hal ini merupakan prinsip yang benar dalam pandangan sebagian besar ahli fiqh.

Kalimat, “Kalau aku katakan “ya” tentu menjadi wajib” menjadi alasan bagi pemahaman para salafush sholih bahwa Rasulullah mempunyai wewenang berijtihad dalam masalah hukum dan tidak diisyaratkan keputusan hukum itu harus dengan wahyu.

Kalimat, “apa saja yang aku perintahkan kepadamu, maka lakukanlah menurut kemampuan kamu” merupakan kalimat yang singkat namun padat dan menjadi salah satu prinsip penting dalam Islam, termasuk dalam prinsip ini adalah masalah-masalah hukum yang tidak terhitung banyaknya, diantaranya adalah sholat, contohnya pada ibadah sholat, bila seseorang tidak mampu melaksanakan sebagian dari rukun atau sebagian dari syaratnya, maka hendaklah ia lakukan apa yang dia mampu. Begitu pula dalam membayar zakat fitrah untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya, bila tidak bisa membayar semuanya, maka hendaklah ia keluarkan semampunya, juga dalam memberantas kemungkaran, jika tidak dapat memberantas semuanya, maka hendaklah ia lakukan semampunya dan masalah-masalah lain yang tidak terbatas banyaknya. Pembahasan semacam ini telah populer didalam kitab-kitab fiqh. Hadits diatas sejalan dengan firman Allah, QS. At-Taghabun 64:16, “Maka bertaqwalah kepada Allah menurut kemampuan kamu” Adapun firman Allah, QS. Ali ‘Imraan 3:102, “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan taqwa yang sungguh-sungguh” ada yang berpendapat telah terhapus oleh ayat diatas. Sebagian ulama berkata : Yang benar ayat tersebut tidak terhapus bahkan menjelaskan dan menafsirkan apa yang dimaksud dengan taqwa yang sungguh-sungguh, yaitu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah, dan Allah memerintahkan melakukan sesuatu menurut kemampuan, karena Allah berfirman, QS. Al-Baqarah 2:286, “Allah tidak membebani seseorang diluar kemampuannya” dan firman Allah dalam QS. Al-Hajj 22:78, “Allah tidak membebankan kesulitan kepada kamu dalam menjalankan agama”

Kalimat, “apasaja yang aku larang kamu melaksanakannya, hendaklah kamu jauhi” maka hal ini menunjukkan adanya sifat mutlak, kecuali apabila seseorang mengalami rintangan /udzur dibolehkan melanggarnya, seperti dibolehkan makan bangkai dalam keadaan darurat, dalam keadaan seperti ini perbuatan semacam itu menjadi tidak dilarang. Akan tetapi dalam keadaan tidak darurat hal tersebut harus dijauhi karena ada larangan. Seseorang tidak dapat dikatakan menjauhi larangan jika hanya menjauhi larangan tersebut dalam selang waktu tertentu saja, berbeda dengan hal melaksanakan perintah, yang mana sekali saja dilaksanakan sudah terpenuhi. Inilah prinsip yang berlaku dalam memahami perintah secara umum, apakah suatu perintah harus segera dilakukan atau boleh ditunda, atau cukup sekali atau berulang kali, maka hadits ini mengandung berbagai macam pembahasan fiqh.

Kalimat, “Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka” disebutkan setelah kalimat, “biarkanlah aku dengan apa yang aku diamkan kepada kamu” maksudnya ialah kamu jangan banyak bertanya sehingga menimbulkan jawaban yang bermacam-macam, menyerupai peristiwa yang terjadi pada bani Israil, tatkala mereka diperintahkan menyembelih seekor sapi yang seandainya mereka mengikuti perintah itu dan segera menyembelih sapi seadanya, niscaya mereka dikatakan telah menaatinya.
Akan tetapi, karena mereka banyak bertanya dan mempersulit diri sendiri, maka mereka akhirnya dipersulit dan dicela. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam khawatir hal semacam ini terjadi pada umatnya.

Get the Break You Deserve

 

Get the Break You Deserve
by Jane Powell
“Today…delegate everything you possibly can to others.”
As women, we often try to do everything. For some, it’s wrapped up in self-esteem. Some believe that the more we do, the worthier we are of love and respect. For others, it’s a matter of control. Whatever the reason, the result is that many women end up juggling an impossible number of balls!
Vow to change today. Entrust your children with responsibilities; let family or colleagues take over joint challenges. .
They’ll appreciate the confidence you have in them – and you’ll get a well-earned break!


 
“It’s a new day and a new attitude.”
When you throw things away you can expect feelings of guilt to creep in. Why? Because you wonder if you’re making a mistake – God forbid you may need it later. The truth is, you’re not making a mistake and secondly you can rest assured you won’t throw away anything that is essential in your life.
Remember that you are in the process of adopting a new attitude. You don’t need clutter in your life. Clutter is a prison wall, an iron fence, a ball and chain, blocking you from the energy you need and that you so much deserve.
It’s a new day and the perfect time to set sail with a new attitude. “Clutter Free Forever” is your new mantra.

 
Go back
Sometimes the best way to move forward is to go back. Go back, into the experience of your life, and remind yourself why.
Go back and remember why you’re where you are, why you’re doing whatever you’re doing. Go back and remember what truly matters to you.
In your mind, go back to a time and a place when life felt positively magical. Realize that the magical feeling is still very much a part of you.
See that now, too, is magical. Understand that your best possibilities are with you even now.
Go back and appreciate all the good things you have ever had. From a deep and profound sense of gratitude, know that in this very time is the potential for more joy than ever before.
Go back, and see that all the goodness that ever was, still is. Now, carry all that goodness with you as you continue to move positively forward.
Ralph Marston
 
" Morning Coffee"
Created, and maintained by:Dizzyrizzy@comcast.net GrandmaGail2BC@aol.com
Copyright © 1996 -2010
" Morning Coffee" all rights reserved.

Friday, March 25, 2011

Perintah Memerangi Manusia Yg Tdk Melaksanakan Shalat & Mengeluarkan Zakat

 

 عن ابن عمر رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال " أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة , فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحق الإسلام وحسابهم على الله تعالى

Dari Ibnu 'Umar radhiallahu 'anhuma, sesungguhnya Rasulullah telah bersabda : "Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai ia mengucapkan laa ilaaha illallaah, menegakkan shalat dan mengeluarkan zakat. Barangsiapa telah mengucapkannya, maka ia telah memelihara harta dan jiwanya dari aku kecuali karena alasan yang hak dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah Ta'ala".
[Bukhari no. 25, Muslim no. 22]

Hadits ini amat berharga dan termasuk salah satu prinsip Islam. Hadits yang semakna juga diriwayatkan oleh Anas, Rasulullah bersabda : “Sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, menghadap kepada kiblat kita, memakan sembelihan kita dan melaksanakan shalat kita. Jika mereka melakukan hal itu, maka darah mereka dan harta mereka haram kita sentuh kecuali karena hak. Bagi mereka hak sebagaimana yang diperoleh kaum muslim dam mereka memikul kewajiban sebagaimana yang menjadi kewajiban kaum muslimin”.

Dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah disebutkan sabda beliau : “Sampai mereka bersaksi tidak ada Tuhan kecuali Allah dan beriman kepadaku dan apa yang aku bawa“.

Hal ini sesuai dengan kandungan Hadits riwayat dari ‘Umar diatas.

Tentang maksud hadits ini para ulama mengartikannya berdasarkan sejarah, yaitu tatkala Rasulullah wafat dan Abu Bakar Ash Shiddiq diangkat sebagai khalifah untuk menggantikannya, sebagian dari orang Arab menjadi kafir. Abu Bakar bertekad untuk memerangi mereka sekalipun di antara mereka ada yang tidak kafir tetapi menolak membayar zakat. Abu Bakar lalu mengemukakan alasan perbuatannya itu, tetapi ‘Umar berkata kepadanya : “Bagaimana engkau akan memerangi manusia sedangkan mereka mengucapakan laa ilaaha illallaah dan Rasulullah bersabda : “Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai ia mengucapkan laa ilaaha illallaah ... dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah Ta’ala”. Abu Bakar lalu menjawab : “Sesungguhnya zakat itu adalah kewajiban yang bersifat kebendaan”. Lalu katanya : “Demi Allah, kalau mereka merintangiku untuk mengambil seutas tali unta yang mereka dahulu serahkan sebagai zakat kepada Rasulullah niscaya aku perangi mereka karena penolakannya itu”.Maka kemudian Umar mengikuti jejak Abu Bakar untuk memerangi kaum tersebut.

Kalimat "Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai ia mengucapkan laa ilaaha illallaah, dan barangsiapa telah mengucapkannya, maka ia telah memelihara harta dan jiwanya dari aku kecuali karena alasan yang hak dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah”. Khatabi dan lain-lain bekata : “Yang dimaksud oleh Hadits ini ialah kaum penyembah berhala dan kaum Musyrik Arab serta orang yang tidak beriman, bukan golongan Ahli kitab dan mereka yang mengakui keesaan Allah”. Untuk terpeliharanya orang-orang semacam itu tidak cukup dengan mengucapkan laa ilaaha illallaah saja, karena sebelumnya mereka sudah mengatakan kalimat tersebut semasa masih sebagai orang kafir dan hal itu sudah menjadi keimanannya. Tersebut juga didalam hadits lain kalimat “dan sesungguhnya aku adalah rasul Allah, mereka melaksanakan shalat, dan mengeluarkan zakat”.

Syaikh Muhyidin An Nawawi berkata : “Di samping mengucapkan hal semacam ini ia juga harus mengimani semua ajaran yang dibawa Rasulullah seperti tersebut pada riwayat lain dari Abu Hurairah, yaitu kalimat, “sampai mereka bersaksi tidak ada Tuhan kecuali Allah, beriman kepadaku dan apasaja yang aku bawa”
Kalimat, “Dan perhitungannya terserah kepada Allah” maksudnya ialah tentang hal-hal yang mereka rahasiakan atau mereka sembunyikan, bukan meninggalkan perbuatan-perbuatan lahiriah yang wajib. Demikian disebutkan oleh khathabi. Khathabi berkata : Orang yang secara lahiriah menyatakan keislamannya, sedang hatinya menyimpan kekafiran, secara formal keislamannya diterima” ini adalah pendapat sebagian besar ulama. Imam Malik berkata : “Tobat orang yang secara lahiriah menyatakan keislaman tetapi menyimpan kekafiran dalam hatinya (zindiq) tidak diterima” ini juga merupakan pendapat yang diriwayatkan dari Imam Ahmad.

Kalimat, “aku diperintah memerangi manusia sampai mereka bersaksi tidak ada tuhan kecuali Allah dan mereka beriman kepadaku dan apa yang aku bawa” menjadi alasan yang tegas dari mazhab salaf bahwa manusia apabila meyakini islam dengan sungguh-sungguh tanpa sedikitpun keraguan, maka hal itu sudah cukup bagi dirinya. Dia tidak perlu mempelajari berbagai dalil ahli ilmu kalam dan mengenal Allah dengan dalil-dalil semacam itu. Hal ini berbeda dengan mereka yang berpendapat bahwa orang tersebut wajib mempelajari dalil-dalil semacam itu dan dijadikannya sebagai syarat masuk Islam. Pendapat ini jelas sekali kesalahannya, sebab yang dimaksud oleh hadits diatas, adanya keyakinan yang sungguh-sungguh dalam diri seseorang. Hal ini sudah dapat terpenuhi tanpa harus mempelajari dalil-dalil semacam itu, sebab Rasulullah mencukupkan dengan mempercayai ajaran apa saja yang beliau bawa tanpa mensyaratkan mengetahui dalil-dalilnya. Didalam hal ini terdapat beberapa hadits shahih yang jumlah sanadnya mencapai derajat mutawatir dan bernilai pengetahuan yang pasti. Wallahu a’lam

Thursday, March 24, 2011

Agama adalah Nasihat

 

عن أبي تميم بن أوس الـداري رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال " الدين النصيحة قلنا لمن ؟ قال : لله ولرسوله وللأئمة المسلمين و عامتهم 
Dari Abu Ruqayyah Tamiim bin Aus Ad Daari radhiallahu 'anh, “Sesungguhnya Rasulullah telah bersabda : Agama itu adalah Nasehat , Kami bertanya : Untuk Siapa ?, Beliau bersabda : Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin umat Islam, dan bagi seluruh kaum muslim”
[Muslim no. 55] 

Tamim Ad Daari hanya meriwayatkan hadits ini, kata nasihat merupakan sebuah kata singkat penuh isi, maksudnya ialah segala hal yang baik. Dalam bahasa arab tidak ada kata lain yang pengertiannya setara dengan kata nasihat, sebagaimana disebutkan oleh para ulama bahasa arab tentang kata Al Fallaah yang tidak memiliki padanan setara, yang mencakup makna kebaikan dunia dan akhirat.

Kalimat, “Agama adalah Nasihat” maksudnya adalah sebagai tiang dan penopang agama, sebagaimana sabda Rasulullah, “Haji adalah arafah”, maksudnya wukuf di arafah adalah tiang dan bagian terpenting haji.
Tentang penafsiran kata nasihat dan berbagai cabangnya, Khathabi dan ulama-ulama lain mengatakan :
1. Nasihat untuk Allah à maksudnya beriman semata-mata kepada-Nya, menjauhkan diri dari syirik dan sikap ingkar terhadap sifat-sifat-Nya, memberikan kepada Allah sifat-sifat sempurna dan segala keagungan, mensucikan-Nya dari segala sifat kekurangan, menaati-Nya, menjauhkan diri dari perbuatan dosa, mencintai dan membenci sesuatu semata karena-Nya, berjihad menghadapi orang-orang kafir, mengakui dan bersyukur atas segala nikmat-Nya, berlaku ikhlas dalam segala urusan, mengajak melakukan segala kebaikan, menganjurkan orang berbuat kebaikan, bersikap lemah lembut kepada sesama manusia. Khathabi berkata : “Secara prinsip, sifat-sifat baik tersebut, kebaikannya kembali kepada pelakunya sendiri, karena Allah tidak memerlukan kebaikan dari siapapun”
2. Nasihat untuk kitab-Nya à maksudnya beriman kepada firman-firman Allah dan diturunkan-Nya firman-firman itu kepada Rasul-Nya, mengakui bahwa itu semua tidak sama dengan perkataan manusia dan tidak pula dapat dibandingkan dengan perkataan siapapun, kemudian menghormati firman Allah, membacanya dengan sungguh-sungguh, melafazhkan dengan baik dengan sikap rendah hati dalam membacanya, menjaganya dari takwilan orang-orang yang menyimpang, membenarkan segala isinya, mengikuti hokum-hukumnya, memahami berbagai macam ilmunya dan kalimat-kalimat perumpamaannya, mengambilnya sebagai pelajaran, merenungkan segala keajaibannya, mengamalkan dan menerima apa adanya tentang ayat-ayat mutasyabih, mengkaji ayat-ayat yang bersifat umum, dan mengajak manusia pada hal-hal sebagaimana tersebut diatas dan menimani Kitabullah
3. Nasihat untuk Rasul-Nya maksudnya membenarkan ajaran-ajarannya, mengimani semua yang dibawanya, menaati perintah dan larangannya, membelanya semasa hidup maupun setelah wafat, melawan para musuhnya, membela para pengikutnya, menghormati hak-haknya, memuliakannya, menghidupkan sunnahnya, mengikuti seruannya, menyebarluaskan tuntunannya, tidak menuduhnya melakukan hal yang tidak baik, menyebarluaskan ilmunya dan memahami segala arti dari ilmu-ilmunya dan mengajak manusia pada ajarannya, berlaku santun dalam mengajarkannya, mengagungkannya dan berlaku baik ketika membaca sunnah-sunnahnya, tidak membicarakan sesuatu yang tidak diketahui sunnahnya, memuliakan para pengikut sunnahnya, meniru akhlak dan kesopanannya, mencintai keluarganya, para sahabatnya, meninggalkan orang yang melakukan perkara bid’ah dan orang yang tidak mengakui salah satu sahabatnya dan lain sebagainya.
4. Nasihat untuk para pemimpin umat islam maksudnya menolong mereka dalam kebenaran, menaati perintah mereka dan memperingatkan kesalahan mereka dengan lemah lembut, memberitahu mereka jika mereka lupa, memberitahu mereka apa yang menjadi hak kaum muslim, tidak melawan mereka dengan senjata, mempersatukan hati umat untuk taat kepada mereka (tidak untuk maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya), dan makmum shalat dibelakang mereka, berjihad bersama mereka dan mendo’akan mereka agar mereka mendapatkan kebaikan.
5. Nasihat untuk seluruh kaum muslim à maksudnya memberikan bimbingan kepada mereka apa yang dapat memberikan kebaikan bagi merela dalam urusan dunia dan akhirat, memberikan bantuan kepada mereka, menutup aib dan cacat mereka, menghindarkan diri dari hal-hal yang membahayakan dan mengusahakan kebaikan bagi mereka, menyuruh mereka berbuat ma’ruf dan mencegah mereka berbuat kemungkaran dengan sikap santun, ikhlas dan kasih sayang kepada mereka, memuliakan yang tua dan menyayangi yang muda, memberikan nasihat yang baik kepada mereka, menjauhi kebencian dan kedengkian, mencintai sesuatu yang menjadi hak mereka seperti mencintai sesuatu yang menjadi hak miliknya sendiri, tidak menyukai sesuatu yang tidak mereka sukai sebagaimana dia sendiri tidak menyukainya, melindungi harta dan kehormatan mereka dan sebagainya baik dengan ucapan maupun perbuatan serta menganjurkan kepada mereka menerapkan perilaku-perilaku tersebut diatas. Wallahu a’lam

Memberi nasihat merupakan fardu kifayah, jika telah ada yang melaksanakannya, maka yang lain terlepas dari kewajiban ini. Hal ini merupakan keharusan yang dikerjakan sesuai kemampuan. Nasihat dalam bahasa arab artinya membersihkan atau memurnikan seperti pada kalimat nashahtul ‘asala artinya saya membersihkan madu hingga tersisa yang murni, namun ada juga yang mengatakan kata nasihat memiliki makna lain.
Wallahu a’lam

Stop Annoying Thoughts

 

Stop Annoying Thoughts
by Jane Powell
"Free yourself from anxiety by chasing away the ‘What-if’s?’”

“What-if?” So many negative thoughts start with these two words. “What if I’m late for work?” “What if I don’t lose weight?” “What if I don’t go to my friends for dinner because I’m too tired?” What if…what if…what…if!

Each anxious thought leads to another anxious thought, and another – only to feed a negative spiral of worry. Before you know it, your heart races, it’s hard to breathe and there’s a knot in your stomach the size of a pot roast.

Catch yourself! Next time you fall in to the “what-if” trap, stop it in its tracks. Turn your thinking in a positive direction. It takes time and consistent practice, but the freedom from anxiety is well worth the effort.

 HOLD MY HAND

Little girl and her father were crossing a bridge.
The father was kind of scared so he asked his little daughter,
"Sweetheart, please hold my hand so that you don't fall into the river."
The little girl said, "No, Dad. You hold my hand."
"What's the difference?" Asked the puzzled father.
"There's a big difference," replied the little girl.

"If I hold your hand and something happens to me,
Chances are that I may let your hand go.
But if you hold my hand, I know for sure that no matter what happens,
You will never let my hand go."

In any relationship, the essence of trust is not in its bind, but in its
Bond.

So hold the hand of the person who loves you rather than expecting them to
Hold yours...

~~Unknown

 

Life comes to you in great abundance. There's no need to gulp it.
Lovingly taste each moment as it comes. Take care not to hurry past the richness that is already here.
Tomorrow's treasures can wait until tomorrow. Live today's treasures while they are here.
Give yourself time to absorb the goodness of now in all its bounty. Give yourself time to live with meaning, instead of just rushing through.
There is more than enough available to you already. Instead of striving toward what's next, make the most of what's now.
It is all here, now. Live the abundance in your own special way.
Ralph Marston

 

 " Morning Coffee"
Created, and maintained by:Dizzyrizzy@comcast.net GrandmaGail2BC@aol.com
Copyright © 1996 -2010
" Morning Coffee" all rights reserved.


Wednesday, March 23, 2011

Dalil Yang HALAL dan Yang HARAM Telah Jelas

 

عن أبي عبدالله النعمان بن بشير رضي الله عنهما قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول " إن الحلال بين و الحرام بين , وبينهما مشتبهات قد لا يعلمهن كثير من الناس , فمن اتقى الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه , ومن وقع في الشبهات فقد وقع في الحرام , كالراعي يرعى حول الحمى يوشك أن يرتع فيه , ألا وأن لكل ملك حمى , ألا وإن حمى الله محارمه , إلا وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله , وإذا فسدت فسد الجسد كله , ألا وهي القلب


 Dari Abu 'Abdillah An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma berkata,"Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya yang Halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara yang samar-samar, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya, maka barangsiapa menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya, dan barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang maka hampir-hampir dia terjerumus kedalamnya. Ingatlah setiap raja memiliki larangan dan ingatlah bahwa larangan Alloh apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”. 
[Bukhari no. 52, Muslim no. 1599]

Hadits ini merupakan salah satu pokok syari’at Islam. Abu Dawud As Sijistani berkata, “Islam bersumber pada empat (4) hadits.” Dia sebutkan diantaranya adalah hadits ini. Para ulama telah sepakat atas keagungan dan banyaknya manfaat hadits ini.

Kalimat, “Sesungguhnya yang Halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara yang samar-samar” maksudnya segala sesuatu terbagi kepada tiga macam hokum. Sesuatu yang ditegaskan halalnya oleh Allah, maka dia adalah halal, seperti firman Allah (QS. Al-Maa’idah 5 : 5),”Aku Halalkan bagi kamu hal-hal yang baik dan makanan (sembelihan) ahli kitab halal bagi kamu” dan firman-Nya dalam (QS. An-Nisaa 4:24), “Dan dihalalkan bagi kamu selain dari yang tersebut itu” dan lain-lainnya. Adapun yang Allah nyatakan dengan tegas haramnya, maka dia menjadi haram, seperti firman Allah dalam (QS. An-Nisaa’ 4:23), “Diharamkan bagi kamu (menikahi) ibu-ibu kamu, anak-anak perempuan kamu …..” dan firman Allah (QS. Al-Maa’idah 5:96), “Diharamkan bagi kamu memburu hewan didarat selama kamu ihram”. Juga diharamkan perbuatan keji yang terang-terangan maupun yang tersembunyi. Setiap perbuatan yang Allah mengancamnya dengan hukuman tertentuatau siksaan atau ancaman keras, maka perbuatan itu haram.

Adapun yang syubhat (samar) yaitu setiap hal yang dalilnya masih dalam pembicaraan atau pertentangan, maka menjauhi perbuatan semacam itu termasuk wara’. Para Ulama berbeda pendapat mengenai pengertian syubhat yang diisyaratkan oleh Rasulullah . Pada hadits tersebut, sebagian Ulama berpendapat bahwa hal semacam itu haram hukumnya berdasarkan sabda Rasulullah, “barangsiapa menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya”. Barangsiapa tidak menyelamatkan agama dan kehormatannya, berarti dia telah terjerumus kedalam perbuatan haram. Sebagian yang lain berpendapat bahwa hal yang syubhat itu hukumnya halal dengan alas an sabda Rasulullah, “seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang” kalimat ini menunjukkan bahwa syubhat itu halal, tetapi meninggalkan yang syubhat adalah sifat yang wara’. Sebagian lain lagi berkata bahwa syubhat yang tersebut pada hadits ini tidak dapat dikatakan halal atau haram, karena Rasulullah menempatkannya diantara halal dan haram, oleh karena itu kita memilih diam saja, dan hal itu termasuk sifat wara’ juga.

Dalam shahih Bukhari dan Muslim disebutkan sebuah hadits dari ‘Aisyah, ia berkata : “Sa’ad bin Abu Waqash dan ‘Abd bin Zam’ah mengadu kepada Rasulullah tentang seorang anak laki-laki. Sa’ad berkata : Wahai Rasulullah anak laki-laki ini adalah anak saudara laki-lakiku.’Utbah bin Abu Waqash. Ia (‘Utbah) mengaku bahwa anak laki-laki itu adalah anaknya. Lihatlah kemiripannya” sedangkan ‘Abd bin Zam’ah berkata; “ Wahai Rasulullah, Ia adalah saudara laki-lakiku, Ia dilahirkan ditempat tidur ayahku oleh budak perempuan milik ayahku”, lalu Rasulullah memperhatikan wajah anak itu (dan melihat kemiripannya dengan ‘Utbah) maka beliau Rasulullah bersabda : “Anak laki-laki ini untukmu wahai ‘Abd bin Zam’ah, anak itu milik laki-laki yang menjadi suami perempuan yang melahirkannya dan bagi orang yang berzina hukumannya rajam. Dan wahai Saudah, berhijablah kamu dari anak laki-laki ini” sejak saat itu Saudah tidak pernah melihat anak laki-laki itu untuk seterusnya.

Rasulullah telah menetapkan bahwa anak itu menjadi hak suami dari perempuan yang melahirkannya, secara formal anak laki-laki itu menjadi anak Zam’ah. ‘Abd bin Zam’ah adalah saudara laki-laki Saudah, istri Rasulullah , karena Saudah putrid Zam’ah. Ketetapan semacam ini berdasarkan suatu dugaan yang kuat bukan suatu kepastian. Kemudian Rasulullah menyuruh Saudah untuk berhijab dari anak laki-laki itu karena adanya syubhat dalam masalah itu. Jadi tindakan ini bersifat kehati-hatian. Hal itu termasuk perbuatan takut kepada Allah SWT, sebab jika memang pasti dalam pandangan Rasulullah anak laki-laki itu adalah anak Zam’ah, tentulah Rasulullah tidak menyuruh Saudah berhijab dari saudara laki-lakinya yang lain, yaitu ‘Abd bin Zam’ah dan saudaranya yang lain.

Pada Hadits ‘Adi bin Hatim, ia berkata : “Wahai Rasulullah, saya melepas anjing saya dengan ucapan Bismillah untuk berburu, kemudian saya dapati ada anjing lain yang melakukan perburuan” Rasulullah bersabda, “Janganlah kamu makan (hewan buruan yang kamu dapat) karena yang kamu sebutkan Bismillah hanyalah anjingmu saja, sedang anjing yang lain tidak”. Rasulullah memberi fatwa semacam ini dalam masalah syubhat karena beliau khawatir bila anjing yang menerkam hewan buruan tersebut adalah anjing yang dilepas tanpa menyebut Bismillah. Jadi seolah-olah hewan itu disembelih dengan cara diluar aturan Allah. Allah berfirman, “Sesungguhnya hal itu adalah perbuatan fasiq” (QS. Al-An’am 6:121)
Dalam fatwa ini Rasulullah menunjukkan sifat kehati-hatian terhadap hal-hal yang masih samar tentang halal atau haramnya, karena sebab-sebab yang masih belum jelas. Inilah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah , “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan kamu untuk berpegang pada sesuatu yang tidak meragukan kamu”
Sebagian Ulama berpendapat, syubhat itu ada tiga macam :
1. Sesuatu yang sudah diketahui haramnya oleh manusia tetapi orang itu ragu apakah masih haram hukumnya atau tidak. à misalnya makan daging hewan yang tidak pasti cara penyembelihannya, maka daging semacam ini haram hukumnya kecuali terbukti dengan yakin telah disembelih (sesuai aturan Allah). Dasar dari sikap ini adalah hadits ‘Adi bin Hatim seperti tersebut diatas.
2. Sesuatu yang halal tetapi masih diragukan kehalalannya, à seperti seorang laki-laki yang punya istri namun ia ragu-ragu, apakah dia telah menjatuhkan thalaq kepada istrinya atau belum, ataukah istrinya seorang perempuan budak atau sudah dimerdekakan. Hal seperti ini hukumnya mubah hingga diketahui kepastian haramnya, dasarnya adalah hadits ‘Abdullah bin Zaid yang ragu-ragu tentang hadats, padahal sebelumnya ia yakin telah bersuci.
3. Seseorang ragu-ragu tentang sesuatu dan tidak tahu apakah hal itu haram atau halal, dan kedua kemungkinan ini bisa terjadi sedangkan tidak ada petunjuk yang menguatkan salah satunya. Hal semacam ini sebaiknya dihindari, sebagaimana Rasulullah pernah melakukannya pada kasus sebuah kurma yang jatuh yang beliau temukan dirumahnya, lalu Rasulullah bersabda : “Kalau saya tidak takut kurma ini dari barang zakat, tentulah saya telah memakannya”
Adapun orang yang mengambil sikap hati-hati yang berlebihan, seperti tidak menggunakan air bekas yang masih suci karena khawatir terkena najis, atau tidak mau sholat disuatu tempat yang bersih karena khawatir ada bekas air kencing yang sudah kering, mencuci pakaian karena khawatir pakaiannya terkena najis yang tidak diketahuinya dan sebagainya, sikap semacam ini tidak perlu diikuti, sebab kehati-hatian yang berlebihan tanda adanya halusinasi dan bisikan setan, karena dalam masalah tersebut tidak ada masalah syubhat sedikitpun. Wallahu a’lam.

Kalimat, “kebanyakan manusia tidak mengetahuinya” maksudnya tidak mengetahui tentang halal dan haramnya, atau orang yang mengetahui hal syubhat tersebut didalam dirinya masih tetap menghadapi keraguan antara dua hal tersebut, jika ia mengetahui sebenarnya atau kepastiannya, maka keraguannya menjadi hilang sehingga hukumnya pasti halal atau haram. Hal ini menunjukkan bahwa masalah syubhat mempunyai hokum tersendiri yang diterangkan oleh syari’at sehingga sebagian orang ada yang berhasil mengetahui hukumnya dengan benar.

Kailmat, “maka barangsiapa menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya” maksudnya menjaga dari perkara yang syubhat.
Kalimat, “barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram” hal ini dapat terjadi dalam dua hal :
1. Orang yang tidak bertaqwa kepada Allah dan tidak memperdulikan perkara syubhat maka hal semacam itu akan menjerumuskannya kedalam perkara haram, atau karena sikap sembrononya membuat dia berani melakukan hal yang haram, seperti kata sebagian orang : “Dosa-dosa kecil dapat mendorong perbuatan dosa besar dan dosa besar mendorong pada kekafiran”
2. Orang yang sering melakukan perkara syubhat berarti telah menzhalimi hatinya, karena hilangnya cahaya ilmu dan sifat wara’ kedalam hatinya, sehingga tanpa disadari dia telah terjerumus kedalam perkara haram. Terkadang hal seperti itu menjadikan perbuatan dosa jika menyebabkan pelanggaran syari’at.

Rasulullah bersabda : “seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang maka hampir-hampir dia terjerumus kedalamnya” ini adalah kalimat perumpamaan bagi orang-orang yang melanggar larangan-larangan Allah. Dahulu orang arab biasa membuat pagar agar hewan peliharaannya tidak masuk ke daerah terlarang dan membuat ancaman kepada siapapun yang mendekati daerah terlarang tersebut. Orang yang takut mendapatkan hukuman dari penguasa akan menjauhkan gembalaannya dari daerah tersebut, karena kalau mendekati wilayah itu biasanya terjerumus. Dan terkadang penggembala hanya seorang diri hingga tidak mampu mengawasi seluruh binatang gembalaannya. Untuk kehati-hatian maka ia membuat pagar agar gembalaannya tidak mendekati wilayah terlarang sehingga terhindar dari hukuman. Begitu juga dengan larangan Allah seperti membunuh, mencuri, riba, minum khamr, qadzaf, menggunjing, mengadu domba dan sebagainya adalah hal-hal yang tidak patut didekati karena khawatir terjerumus dalam perbuatan itu.

Kalimat, “Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya” yang dimaksud adalah hati, betapa pentingnya daging ini walaupun bentuknya kecil, daging ini disebut Al-Qalb (hati) yang merupakan anggota tubuh yang paling terhormat, karena ditempat inilah terjadi perubahan gagasan, sebagian penyair bersenandung, “Tidak dinamakan hati kecuali karena menjadi tempat terjadinya perubahan gagasan, karena itu waspadalah terhadap hati dari perubahannya”
Allah menyebutkan bahwa manusia dan hewan memiliki hati yang menjadi pengatur kebaikan-kebaikan yang diinginkan. Hewan dan manusia dalam segala jenisnya mampu melihat yang baik dan buruk, kemudian Allah mengistimewakan manusia dengan karunia akal disamping dikaruniai hati sehingga berbeda dari hewan. Allah berfirman, “Tidakkah mereka mau berkelana dimuka bumi karena mereka mempunyai hati untuk berpikir, atau telinga untuk mendengar…” (QS. Al-Hajj 22:46). Allah telah melengkapi dengan anggota tubuh lainnya yang dijadikan tunduk dan patuh kepada akal. Apa yang sudah dipertimbangkan akal, anggota tubuh tinggal melaksanakan keputusan akal itu, jika akalnya baik maka perbuatannya baik, jika akalnya jelek, perbuatannya juga jelek.
Bila kita telah memahami hal diatas, maka kita bisa menangkap dengan jelas sabda Rasulullah , “Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”.
Kita memohon kepada Allah semoga Dia menjadikan hati kita yang jelek menjadi baik, wahai Tuhan pemutar balik hati, teguhkanlah hati kami pada agama-Mu, wahai Tuhan pengendali hati, arahkanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.

Tuesday, March 22, 2011

Survive Challenges and Adversity

 

Survive Challenges and Adversity
by Jane Powell
 
“You’re not alone in the journey of life.”
 
There’s not a woman in the world that hasn’t had to struggle or overcome difficulties. We all face challenges and adversity. When the struggle seems too long or too hard, remember, you’re not alone.
 
At this very moment, you may face money difficulties, health problems, career challenges, or conflicts with children, partners or family. It’s all part of life! And, many other women face the same issues every day. When we recognize that obstacles are part of our journey, when we recall that women we admire also carry similar burdens, it is easier to keep on going.
 
Tap into the strength that comes from knowing others experience what you experience. Stay strong by recognizing that you are one of millions of women who do their best to handle challenges, every day.
 
Don’t let difficulties stop you and never give up. Instead, think of them as milestones that, once passed, will bring you closer to your goals.
 
Remember, every woman struggles as she walks along the road of life. But, so many heroic women are on this same journey that no woman walks alone.


 

WARM WORMS
 
You may have heard the old story about the world's most dedicated
fisherman. He had out-fished his companion all morning long. They
used the same live bait, the same equipment and fished together in
the same mountain stream. But he had almost caught his limit of fish
while his friend had yet to catch even one.
 
"What's your secret?" asked the friend. "I haven't even gotten a
bite!"
 
The angler mumbled an unintelligible answer, causing his companion
to ask again.
 
The successful fisherman emptied the contents of his mouth into a
cupped hand and replied: "I said, 'You have to keep your worms warm.'"
 
Talk about dedication. But did you know there are at least three
types of fresh water fishermen (or fisherwomen, if that fits
better)?
 
First, there are those who fish for sport. They like to "catch and
release," quickly throwing their catch back into the water. For
these anglers, it's all about recreation.
 
Then there are those who fish because they like the taste of fish.
They are selective. They only keep the fish they will someday eat.
 
Finally, there are those who fish because they are hungry. If they
don't catch, they don't eat. It is important for this group to
succeed, and they are fully dedicated to what they do.
 
Whether or not we fish or even eat fish, there is a lesson to be
learned here. We are most likely to succeed when we approach a task
fully dedicated. Especially if the task before us is difficult or
there seems little likelihood of success. Whether we want to patch a
relationship, build a new business, write that first novel, kick a
drug habit, or go back to school, we should see how willing we are
to do what it takes - even if it means keeping the worms warm.
 
There are two important questions I ask myself to see just how
dedicated I am. Question number one: "How much do I want this?" When
some people fish, if they don't catch, they don't eat. Some things
are too important for me to risk failure. So how much do I want to
succeed at this relationship, this career or this dream?
 
The other question I ask is similar: "How hard am I willing to
work?" If 'success' only comes before 'work' in the dictionary, I
may have to work harder than I've ever worked before. But if I want
it enough, the hard work will be worth it.
 
"Always bear in mind," said Abraham Lincoln, "that your own
resolution to succeed is more important than any other one thing."
And that is where it always begins: with a whole-hearted resolution
to succeed - in a task, in a calling, in a life.
 
How much do I want this? And, how hard am I willing to work? Start
there, and great things can happen.
 
 Steve Goodier


 

Do all you can, when you can, with what you have. Though it may sometimes seem that you're not getting much accomplished, the only alternative is to get nothing accomplished.
To make progress you must be actively making an effort. With each effort, at the very least you gain experience, exposure, knowledge and competence.
 
To find what you're looking for, you must be looking. To come across a great opportunity, you must be in motion.
 
By all means, go ahead and dream big, wonderful and meaningful dreams. Then let those dreams motivate you to get up and get busy making them real.
 
Circumstances may indeed push against you, but they cannot hold you back. Always, there is something you can do, some move you can make, some new approach you can follow.
 
Jump into life, get yourself in motion, and make a positive difference every chance you get. Persist, keep yourself moving, and you'll absolutely get where you wish to go.
 
Ralph Marston

 

" Morning Coffee"
Created, and maintained by:Dizzyrizzy@comcast.net GrandmaGail2BC@aol.com
Copyright © 1996 -2010
" Morning Coffee" all rights reserved.
 

Jika Saat Ini Rasulullah Duduk di Samping Anda

 


By : Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec (Nio Gwan Chung)

There is Muhammad the Prophet. There is Muhammad the General; Muhammad, the king; Muhammad, the Warrior; Muhammad, the Businessman; Muhammad, the Preacher; Muhammad, the Philosopher; Muhammad, the Statesman; Muhammad, the Orator; Muhammad, the Reformer; Muhammad, the Refuge of Orphans; Muhammad, the Protector of Slaves; Muhammad, the Emancipator of Woman; Muhammad, the Saint. And in all these magnificent roles, in all these departments of human activities, he is like a hero  (Ramakrishna Rao)
Mari kita berimajinasi membayangkan seandainya Nabi Muhammad SAW, tokoh yang sempurna itu berada duduk disamping kita dan bertanya tentang beberapa hal.


"Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh," sapanya. "Wahai saudaraku, betulkah engkau benar-benar beriman kepadaku disamping beriman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab, para Nabi, Hari akhir dan qadha dan qadar dari Allah? Sudahkah keimananmu itu menjadikanmu tentram dan tidak mencari keimanan yang lain?"

"Wahai saudaraku, benarkah cintamu kepadaku lebih besar daripada cintamu kepada harta, jabatan dan keluargamu?  Bukankah engkau telah melihat nasib umatku yang kelaparan, kedinginan dan menderita? Sudahkah engkau berbuat sesuatu dgn hartamu?"

"Wahai saudaraku, sesekali aku mendengar engkau bershalawat kepadaku dan berzanzi memujiku, sudahkah engkau menghayati arti dan maknanya ?"

"Wahai saudaraku, janganlah tersinggung kalau aku bertanya demikian, itulah yang aku amati dari kebanyakan umatku. KTP nya muslim tetapi tindak tanduknya...Masya Allah!
Sungguhpun demikian, aku sebagai Rasul Allah akan tetap berdoa kepada-Nya untuk keselamatanmu semua. Aku akan tetap memberikan syafa'atku kepadamu selama engkau tidak menyekutukan Allah dan tidak banyak berbuat dosa besar."

"Aku memahami hidup ini semakin sulit, banyak diantara kalian yang stress dan ciut nyalinya dan banyak anak muda yang tidak bergairah menatap masa depannya."

"Jangan sedih saudaraku! Aku juga dulu mengalami masa-masa yang sulit. Aku terlahir sebagai yatim. Setelah berusia 6 tahun, ibuku tercinta pun mangkat dikampung Abwa saat pulang berziarah ke pusara ayahku di Madinah. Saat itu akupun bertanya kepada Ummu Ayman, pembantu setia ibuku, kemana aku harus pergi? Di rumah siapa aku harus tinggal? Siapa yang akan membiayai hidupku? Siapa yang akan memberikan belai kasih kepadaku? Aku menjadi yatim piatu saat usiaku 6 tahun."

"Ummu Ayman membawaku ke kakekku tercinta Abdul Muthalib. Beliau mencurahkan kasih sayangnya kepadaku. Tapi apa dinyana, hanya berselang dua tahun, beliaupun di panggil Allah SWT. Selanjutnya aku harus mencari tempat berteduh lagi. Syukurlah, kakekku menitipkan aku kepada Abu Thalib, saudara tua ayahku. Meskipun keadaan ekonomi pamanku tidak terlalu bagus dan sering kekurangan makan."

"Untuk meringankan beban ekonomi, aku bekerja serabutan. Sebagai anak remaja aku mengerjakan apa saja asalkan halal; dari mengembala kambing, mencari kayu bakar, sampai memikul batu."

"Mengenai masalah keluarga, terkadang aku sedih kalau mendengar sebagian orientalis dan sebagian umatku yang berfikir dan menuduhku dengan tuduhan yang menyakitkan. Mereka menuduhku sebagai seorang hypersex, fedofil dan banyak memiliki istri. Seolah tidak ada cerita lain dari kehidupan rumah tanggaku kecuali poligami."

"Jika anda melihat perjalanan hidupku, anda akan melihat bahwa selama 25 tahun atau lebih aku hanya memiliki seorang istri Khadijah binti Khuwalaid. Disaat Khadijah hidup, cintaku hanya untuk dirinya. Pada usia sekitar 51  tahun baru aku di amanahi Allah untuk mencari pengganti Khadijah, guna menemani perjuangan dakwah ini."

"Lebih penting lagi, jika anda perhatikan hampir semua istri-istriku setelah Khadijah adalah janda-janda yang tidak jarang usianya lebih tua dariku. Saudah binti Zam'ah misalnya berusia 65 tahun saat aku berusia 51 tahun. Ia adalah janda dengan 12 anak yang ditinggal mati suaminya Sukran bin Amsal al-Anshary. Demikian juga Maimunah binti al-Harist janda Ruham bin Abdul Uzza, ia berusia 63 tahun saat aku 58. Maimunah banyak membantuku dalam dakwah di kalangan Yahudi. Sama juga halnya dengan Juwairiyyah binti  Harust al-Khuzaiyyah, ia telah berusia 65 tahun ketika aku 57. Ia termasuk janda miskin dengan 17 anak. Satu-satunya wanita yang aku nikahi dalam keadaan gadis adalah 'Aisyah dan Maria al-Qibtiyyah, seorang budak yang dihadiahkan oleh al-Muqauqis Mesir, lalu aku merdekakan."

"Wahai saudaraku, jagalah agama Islam ini baik-baik! Aku dan sahabat-sahabatku dahulu memperjuangkannya dengan tetesan keringat, darah dan air mata. Selama 10 tahun tidak kurang dari 9 peperangan besar dan  53 ekspedisi militer kujalani. Dengan segala kekurangan bekal dan kesederhanaan persenjataan, sedikit demi sedikit bumi Allah dibebaskan dari belenggu kejahiliyahan."

"Wahai saudaraku, akhirnya aku ingin meninggalkan 2 hal sebagai peninggalanku. Ambillah keduanya dengan baik dan peganglah erat-erat. Selama engkau berpedoman kepada keduanya niscaya engkau akan sukses di dunia dan akhirat. Itulah al-Quran dan sunnahku." 

Setelah cukup puas mendengarkan Rasulullah bertutur kata, anda berkata, "Terima kasih wahai Rasulullah, engkau telah memberikan nasehat dan suri tauladan yang begitu mulia kepadaku". Kemudian Rasulullah pergi meningalkan anda seraya berucap :
Wassalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh


Semua Perbuatan Bid'ah Tertolak

 


عن أم المؤمنين أم عبدالله عائشة رضي الله عنها قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم " من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد " رواه البخاري ومسلم , وفي رواية لمسلم " من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

Dari Ummul mukminin, Ummu 'Abdillah, ‘Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka dia tertolak".
(Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Muslim : “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak”)
[Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718] 

Kata “Raddun” menurut ahli bahasa maksudnya tertolak atau tidak sah. Kalimat “bukan dari urusan kami” maksudnya bukan dari hukum kami.
Hadits ini merupakan salah satu pedoman penting dalam agama Islam yang merupakan kalimat pendek yang penuh arti yang dikaruniakan kepada Rasulullah. Hadits ini dengan tegas menolak setiap perkara bid’ah dan setiap perkara (dalam urusan agama) yang direkayasa. Sebagian ahli ushul fiqih menjadikan hadits ini sebagai dasar kaidah bahwa setiap yang terlarang dinyatakan sebagai hal yang merusak.

Pada riwayat imam muslim diatas disebutkan, “Barangsiapa melakukan suatu amal yang tidak sesuai urusan kami, maka dia tertolak” dengan jelas menyatakan keharusan meninggalkan setiap perkara bid’ah, baik ia ciptakan sendiri atau hanya mengikuti orang sebelumnya. Sebagian orang yang ingkar (ahli bid’ah) menjadikan hadits ini sebagai alas an bila ia melakukan suatu perbuatan bid’ah, dia mengatakan : “Bukan saya yang menciptakannya” maka pendapat tersebut terbantah oleh hadits diatas.

Hadits ini patut dihafal, disebarluaskan, dan digunakan sebagai bantahan terhadap kaum yang ingkar karena isinya mencakup semua hal. Adapun hal-hal yang tidak merupakan pokok agama sehingga tidak diatur dalam sunnah, maka tidak tercakup dalam larangan ini, seperti menulis Al-Qur’an dalam Mushaf dan pembukuan pendapat para ahli fiqih yang bertaraf mujtahid yang menerangkan permasalahan-permasalahan furu’ dari pokoknya, yaitu sabda Rosululloh . Demikian juga mengarang kitab-kitab nahwu, ilmu hitung, faraid dan sebagainya yang semuanya bersandar kepada sabda Rasulullah dan perintahnya. Kesemua usaha ini tidak termasuk dalam ancamanhadits diatas.Wallahu a’lam.

Monday, March 21, 2011

Cure Negativity


Cure Negativity
by Jane Powell
 
“Clean out your mental closet.”
 
Remember when you last cleaned out your clothes closet? It was tough at first, but afterward you felt great. You got rid of those impulse buys that never worked and retired those too-tight jeans that you knew you would never fit into again. Remember how you felt? No guilt or regret just wonderfully cleansed and organized.
 
A mental cleaning is even more effective. It’s a great time to get rid of the bad and the ugly. Throw out all your old beliefs, memories, limitations, guilt, fears, doubts, and images that are no longer serving you.  Make room in your mental closet for all the good things that life has to offer.
 
When you start afresh, with an open and positive mind, you’ll instantly feel energized and uplifted because all the negativity is gone. Try it!



Failure is a normal and natural part of achievement. When the failures come, learn from them and then move quickly along.
Failure is not the worst thing that can happen. The worst thing that can happen is to let the fear of failure prevent you from ever doing anything.
If your top priority is to avoid all failure, then you will surely fail. For only by accepting and living with the possibility of failure can you succeed and achieve.
Failure is not the end of the world. It is merely another step on the pathway to fulfillment, wisdom and achievement.
Though you would never intentionally set out to fail, when failure does come the best thing to do is to gracefully accept what has happened. That will enable you to gain the most positive value from it.
Then you can move right along to the next step, and soon you'll be a long way past the failure, filled with more wisdom and experience. Let failure be, and achievement will surely come.


 

Forget about what you can't do. Focus on what you will do.
Dream big dreams and make workable plans that will get you there. Then put those plans into action and do what you will do.
 
Allow the beauty and richness of your dreams to expand your concept of what you are willing to do. This is your life and you deserve to give yourself the very best.
 
Intensely feel the accomplishment in your imagination. Let that incomparable feeling of satisfaction push you forward.
 
Focus on what you will do and you'll discover that it is more than enough. You have within you the capacity, the ability and the drive to reach whatever dreams are meaningful to you.
 
Every day is an opportunity for richness and fulfillment. Feel what you will do, and why, and make today the best one yet.
 
Ralph Marston
 
 

Morning Coffee"
Created, and maintained by:Dizzyrizzy@comcast.net GrandmaGail2BC@aol.com
Copyright © 1996 -2010
" Morning Coffee" all rights reserved.

 

Takdir Manusia Telah di Tetapkan

 

عن أبي عبدالرحمن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه قال حدثنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو الصادق المصدوق " إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم علقه مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك , ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح , ويؤمر بأربع كلمات : بكتب رزقه , وأجله , وعمله , وشقي أم سعيد . فوالله الذي لا إله غيره إن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار , وإن أحدكم ليعمل بعمل أهل النار حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل الجنة 
Dari Abu 'Abdirrahman Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anh, dia berkata : bahwa Rasulullah telah bersabda, "Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa nutfah, kemudian menjadi 'Alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga, kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 kata : Rizki, Ajal, Amal dan Celaka/bahagianya. maka demi Alloh yang tiada Tuhan selainnya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga.
[Bukhari no. 3208, Muslim no. 2643]

Kalimat, “Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya ” maksudnya yaitu Air mani yang memancar kedalam rahim, lalu Allah pertemukan dalam rahim tersebut selama 40 hari. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa dia menafsirkan kalimat diatas dengan menyatakan, “Nutfah yang memancar kedalam rahim bila Allah menghendaki untuk dijadikan seorang manusia, maka nutfah tersebut mengalir pada seluruh pembuluh darah perempuan sampai kepada kuku dan rambut kepalanya, kemudian tinggal selama 40 hari, lalu berubah menjadi darah yang tinggal didalam rahim. Itulah yang dimaksud dengan Allah mengumpulkannya” Setelah 40 hari Nutfah menjadi ‘Alaqah (segumpal darah)

Kalimat, “kemudian diutuslah Malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya” yaitu Malaikat yang mengurus rahim

Kalimat "Sesungguhnya ada seseorang diantara kamu melakukan amalan ahli surga........" secara tersurat menunjukkan bahwa orang tersebut melakukan amalan yang benar dan amal itu mendekatkan pelakunya ke surga sehingga dia hampir dapat masuk ke surga kurang satu hasta. Ia ternyata terhalang untuk memasukinya karena taqdir yang telah ditetapkan bagi dirinya di akhir masa hayatnya dengan melakukan perbuatan ahli neraka. Dengan demikian, perhitungan semua amal baik itu tergantung pada apa yang telah dilakukannya. Akan tetapi, bila ternyata pada akhirnya tertutup dengan amal buruk, maka seperti yang dikatakan pada sebuah hadits: "Segala amal perbuatan itu perhitungannya tergantung pada amal terakhirnya." Maksudnya, menurut kami hanya menyangkut orang-orang tertentu dan keadaan tertentu. Adapun hadits yang disebut oleh Imam Muslim dalam Kitabul Iman dari kitab shahihnya bahwa Rasulullah berkata: " Seseorang melakukan amalan ahli surga dalam pandangan manusia, tetapi sebenarnya dia adalah ahli neraka." Menunjukkan bahwa perbuatan yang dilakukannya semata-mata untuk mendapatkan pujian/popularitas. Yang perlu diperhatikan adalah niat pelakunya bukan perbuatan lahiriyahnya, orang yang selamat dari riya' semata-mata karena karunia dan rahmat Allah Ta'ala.

Kalimat " maka demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya ada seseorang diantara kamu melakukan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. kemudian ia didahului oleh ketetapan Alloh lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka. " Maksudnya bahwa, hal semacam ini bisa saja terjadi namun sangat jarang dan bukan merupakan hal yang umum. Karena kemurahan, keluasan dan rahmat Allah kepada manusia. Yang banyak terjadi manusia yang tidak baik berubah menjadi baik dan jarang orang baik menjadi tidak baik.

Firman Allah, “Rahmat-Ku mendahului kemurkaan-Ku” menunjukkan adanya kepastian taqdir sebagaimana pendirian ahlussunnah bahwa segala kejadian berlangsung dengan ketetapan Allah dan taqdir-Nya, dalam hal keburukan dan kebaikan juga dalam hal bermanfaat dan berbahaya. Firman Allah, QS. Al-Anbiya’ : 23, “Dan Dia tidak dimintai tanggung jawab atas segala tindakan-Nya tetapi mereka akan dimintai tanggung jawab” menyatakan bahwa kekuasaan Allah tidak tertandingi dan Dia melakukan apa saja yang dikehendaki dengan kekuasaa-Nya itu.

Imam Sam’ani berkata : “Cara untuk dapat memahami pengertian semacam ini adalah dengan menggabungkan apa yang tersebut dalam Al Qur’an dan Sunnah, bukan semata-mata dengan qiyas dan akal. Barang siapa yang menyimpang dari cara ini dalam memahami pengertian di atas, maka dia akan sesat dan berada dalam kebingungan, dia tidak akan memperoleh kepuasan hati dan ketentraman. Hal ini karena taqdir merupakan salah satu rahasia Allah yang tertutup untuk diketahui oleh manusia dengan akal ataupun pengetahuannya. Kita wajib mengikuti saja apa yang telah dijelaskan kepada kita tanpa boleh mempersoalkannya. Allah telah menutup makhluk dari kemampuan mengetahui taqdir, karena itu para malaikat dan para nabi sekalipun tidak ada yang mengetahuinya”.

Ada pendapat yang mengatakan : “Rahasia taqdir akan diketahui oleh makhluk ketika mereka menjadi penghuni surga, tetapi sebelumnya tidak dapat diketahui”.

Beberapa Hadits telah menetapkan larangan kepada seseorang yang tdak mau melakukan sesuatu amal dengan alasan telah ditetapkan taqdirnya. Bahkan, semua amal dan perintah yang tersebut dalam syari’at harus dikerjakan. Setiap orang akan diberi jalan yang mudah menuju kepada taqdir yang telah ditetapkan untuk dirinya. Orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang beruntung maka ia akan mudah melakukan perbuatan-perbuatan golongan yang beruntung sebaliknya orang-orang yang ditaqdirkan masuk golongan yang celaka maka ia akan mudah melakukan perbuatan-perbuatan golongan celaka sebagaimana tersebut dalam Firman Allah :
“Maka Kami akan mudahkan dia untuk memperoleh keberuntungan”.
(QS. Al Lail :7)

“Kemudian Kami akan mudahkan dia untuk memperoleh kesusahan”.
(QS.Al Lail :10)

Para ulama berkata : “Al Qur’an, lembaran, dan penanya, semuanya wajib diimani begitu saja, tanpa mempersoalkan corak dan sifat dari benda-benda tersebut, karena hanya Allah yang mengetahui”.

Allah berfirman : “Manusia tidak sedikit pun mengetahui ilmu Allah, kecuali yang Allah kehendaki”.(QS. Al Baqarah : 255)