Wednesday, February 29, 2012

The Power of Your Smile

 

The Power of Your Smile

by Jane Powell  

“There are hundreds of languages in the world, but a smile speaks them all.”
A smile not only crosses geographic boundaries, it also crosses the boundaries of culture, background, age and beliefs. What’s more, it works the same magic in them all!
A warm smile can make a child feel better, as surely as it can cheer up an old man. It can soften hearts and firm up commitments. It can mend friendships and break tensions. It can reassure and give support. It can say ‘I love you’ and ‘congratulations.’ It can make deals. It can make friendships. It can make memories or even make your day.
But perhaps, most important of all, a smile can make the world a better place for the person who gives it – you!


 
"You'll never be brave if you don't get hurt. You'll never learn if you don't make mistakes. You'll never be successful if you don't encounter failure."
Choosing not to be brave enough to tackle the challenges in your life that may end up hurting you, will definitely end up hurting you in the long run when we refuse to even attempt to take those risks. Sometimes the best way to learn is from our own past experiences, and if we have no eye opening experiences that we committed in the past, chances are we are going to encounter future instances and challenges in our lives that we will have to learn from one day.
Going through our lives we have to remember that it sometimes takes knowing how failure may come so that we can best avoid it and receive a victory. Excelling in life means that we must be brave, and that there will be mistakes we make when we are going for what is in our hearts. We don't ever really know what success really means until we have failed before seeing success.


 

You can keep going

Even when the going gets rough, you can keep going.
After all, you’ve been doing it all your life.
A disappointing result will stop you only if you assume that it is supposed to stop you. However, you can just as easily assume that all your results are prompting you to keep going.
After all, when you’re getting results of any kind, you’re making a difference. If the results are not to your liking, you can fine-tune your efforts and greatly improve those results.
Many things are simply not going to happen with just one, or three, or even a dozen attempts. Yet anything becomes possible with enough persistence.
Keep going, and allow your efforts to build upon one another. Keep going, and transform the disappointments into achievements.
You have what it takes to keep going, because all it ever takes is just one more step forward. Keep going, and work your way steadily to the richest rewards you can imagine.
Ralph Marston


 

" Morning Coffee"
Created, and maintained by:
Dizzyrizzy2U@aol.com
GrandmaGail2BC@aol.com
Copyright © 1996 -2011
" Morning Coffee" all rights reserved.

 

Jomblo Keren (Edisi Pria)

 

Setelah beberapa waktu saya menulis tentang jomblo keren (edisi wanita), maka kali ini saya mengupas keuntungan atau beberapa hal mengenai pria yang tangguh dalam masa penantiannya menjemput si tulang rusuk.
Subhanallah, melihat ada pria-pria yang konsisten menjaga harga dirinya untuk tetap menjomblo hingga ia menikah. Jomblo bukan karena tidak laku atau terlalu pilih-pilih, mungkin ada beberapa hal yang belum bisa mewujudkan niatnya untuk mempersunting seorang wanita. Karena menjaga kesucian bukan hanya di wajibkan bagi seorang wanita tapi juga untuk pria.
Sebenarnya bagi pria yang jomblo, banyak sekali keuntungan yang didapat. Misalnya, ketika berpacaran ia harus banyak berkorban untuk wanita yang belum tentu menjadi istrinya kelak maka jika ia memilih jomblo hal tersebut bisa di hindarkan. Sangat lumrah jika berpacaran, pihak yang banyak berkorban secara materi adalah pria, harus antar jemput ke sana kemari layaknya tukang ojek, menyia-nyiakan waktu dengan sang pacar dengan dalih untuk perkenalan pribadi padahal tak lain sedang menumpuk timbunan dosa. Sebuah kesia-siaan.
QS. Al Mu’minun, 1-3:
“Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) yang khusyu’ dalam shalatnya dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna.”

Bukan hanya itu, waktu yang di habiskan dengan sang pacar kadang lebih banyak di banding dengan orangtua, padahal pria walaupun telah menikah tetap bertanggung jawab terhadap orang tuanya. Beda dengan wanita, yang kepatuhan kepada orang tuanya terputus tatkala menikah. Maka saat jomblo bisa di gunakan untuk lebih mencurahkan kasih sayang kepada orangtua.
Karena seorang pria akan menjadi imam terhadap keluarga barunya kelak, maka saat jomblo bisa di manfaatkan untuk memperdalam ilmu agama guna persiapan menuju pernikahan kelak. Bukan menghabiskan waktu sia-sia dengan berpacaran. Juga, saat jomblo bisa di gunakan untuk persiapan materi untuk menghidupi keluarga barunya. Bukan malah menghambur-hamburkan uang untuk wanita yang belum tentu menjadi jodohnya.
Jangan merasa tidak pede ketika memilih jomblo sebelum menikah. Toh, kita sekarang berada pada jalur yang tepat. Justru mereka yang masih pacaran seharusnya malu, melanggar perintah Allah kok pede-pede saja.
Kita sebenarnya jauh lebih cerdas di banding mereka yang berpacaran. Kita bisa memanfaatkan waktu luang untuk menekuni hobi kita, melakukan hal-hal yang belum tentu bisa di lakukan ketika sudah menikah. Bukan tenggelam dalam problematika orang pacaran yang tidak jelas juntrungannya. Belum menikah saja sudah heboh dengan masalahnya, gimana jika sudah menikah.
Pacaran tidak menjamin kedua belah pihak saling mengenal pribadi masing-masing. Hanya kepalsuan yang terlihat, saling ingin terlihat baik.
Seorang pria sejati tidak akan menembak wanita untuk menjadi pacarnya. Kenapa? Karena hal itu menandakan seorang pria belum siap menerima tanggung jawab, hanya sekedar main-main saja. Jika memang dia pria sejati, dia akan langsung melamar wanita pilihannya untuk di jadikannya sebagai istri.
Serahkan saja kepada Allah masalah jodoh, biar Allah yang menunjukkan bagaimana ikhtiar yang harus kita lakukan. Karena petunjuk Allah adalah sebaik-baik jalan, maka ikutilah jalan itu. Meskipun terlihat asing dan menimbulkan kontroversi, abaikan saja. Kita benar di hadapan Allah. Selanjutnya pasrahkan jodoh yang terbaik untuk kita kepada Allah.
Tak perlu takut tidak kebagian jodoh, karena tiap kita di ciptakan berpasang-pasangan. Berprasangka baik saja kepada Allah untuk di berikan pendamping yang shalihah. Karena yang baik pasti akan mendapatkan yang baik. Itu janji Allah.
Allahua’lam.

Oleh : kiptiah hasan

Sumber: 

Thursday, February 16, 2012

Breathe the Stress Out of Your Life

 
 
by Jane Powell 

“Stretch and take a deep breath…”

Do you spend a lot of time feeling anxious and stressed? Does your body have its own way of tightening? Do your shoulders feel tense and hard? Maintaining this state for periods of time can do all kinds of unpleasant things to your mind and your body.

It’s essential that you relax and take care of yourself. Here’s how. Have you ever watched a sleeping baby? Babies breathe in and out, with their tummy muscles. As adults, we hold our tummies in, focused on that perfect figure. But, breathing slowly, from your tummy, is the first step to total relaxation.

With that in mind, try this simple escape. Find a comfortable chair in a quiet place and just breathe, in and out, like a sleeping baby or a confident adult. Tune into the rhythm of your breathing. Shun away other thoughts. Within minutes your shoulders will relax, the anxiousness will subside and you will feel the stress leave your body. And, all you had to do was breathe like a baby.

Feels pretty good, doesn’t it?


 

"The world ain't all sunshine and rainbows. It can be a very mean and nasty place. It will beat you to your knees and keep you there permanently if you let it. You, me or nobody is going to hit as hard as life. But it ain't about how hard you hit, it is about how hard you can get hit and keep moving forward, how much can you take and keep moving forward. That's how winning is done!"
♥ Rocky Balboa ♥

Thanks Marcella




 
All you can notice

There are miracles all around you. All you have to do is notice them.

There are plenty of opportunities for moving forward in precisely the direction you wish to go. You simply must allow yourself to notice them.

The world has a way of calling your attention to certain things, yet those are only the things the world wants you to see. It’s up to you to direct your focus upon those things you wish to see.

There are countless things that you can notice right now that no one else has ever noticed. Great fortunes and lives of outstanding achievement have been built by those who notice what had previously gone unnoticed.

Just a little curiosity can spark your interest. Just a little more can uncover all sorts of things that are truly amazing and valuable.

There’s no limit to the abundance you can tap into when you notice that it’s there. Open your eyes, open your mind, be clear and authentic about your purpose, and notice the hidden treasures that are literally everywhere.

Ralph Marston



 

" Morning Coffee"
Created, and maintained by:
Dizzyrizzy2U@aol.com
GrandmaGail2BC@aol.com
Copyright © 1996 -2011
" Morning Coffee" all rights reserved.

 

Wednesday, February 15, 2012

Kearifan Segenggam Garam

 

Dahulu kala, hiduplah seorang lelaki tua yang terkenal saleh dan bijak. Di suatu pagi yang basah, dengan langkah lunglai dan rambut masai, datanglah seorang lelaki muda, yang tengah dirundung masalah. lelaki itu tampak seperti orang yang tak mengenal bahagia. Tanpa membuang waktu, dia ungkapkan semua resahnya: impiannya gagal, karier, cinta dan hidupnya tak pernah berakhir bahagia.
Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan teliti dan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Dia taburkan garam itu ke dalam gelas, lalu dia aduk dengan sendok, tenang, bibirnya selalu tampilkan senyum.
"Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya?" pinta Pak tua itu.
"Asin dan pahit, pahit sekali", jawab sang tamu, sambil meludah ke tanah.
Pak Tua itu hanya tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya ini berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan beriringan, tapi dalam kediaman. Dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, masih dengan mata yang memandang lelaki muda itu dengan cinta, lalu menaburkan segenggam garam tadi ke dalam telaga. Dengan sepotong kayu, diaduknya air telaga, yang membuat gelombang dan riak kecil. Setelah air telaga tenang, dia pun berkata,
"Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah".
Saat tamu itu selesai meneguk air telaga, Pak Tua berkata lagi, "Bagaimana rasanya?"
"Segar," sahut tamunya.
"Apakah kamu masih merasakan garam di dalam air itu?" tanya Pak Tua lagi.
"Tidak," jawab si anak muda.
Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di tepi telaga.
"Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan seumpama segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah atau tempat yang kita miliki. Kepahitan itu anakku, selalu berasal dari bagaimana cara kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang boleh kamu lakukan: lapangkanlah dadamu untuk menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu. Luaskan wadah pergaulanmu supaya kamu mempunyai pandangan hidup yang luas. Kamu akan banyak belajar dari keleluasan itu."
Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasihat.
"Hatimu anakku, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan mengubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."
Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar di hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan "segenggam garam", untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa. (CN02)

Tukang Cukur & Pelanggan

 

Seperti biasanya, seorang laki-laki, sebut saja Steve, datang ke sebuah salon untuk memotong rambut dan jenggotnya. Ia pun memulai pembicaraan yang hangat dengan tukang cukur yang melayaninya. Berbagai macam topik pun akhirnya jadi pilihan, hingga akhirnya Tuhan jadi subyek pembicaraan.

"Hai Tuan, saya ini tidak percaya kalau Tuhan itu ada seperti yang anda katakan tadi," ujar si tukang cukur

Mendengar ungkapan itu, Steve terkejut dan bertanya, "Mengapa anda berkata demikian?".

"Mudah saja, anda tinggal menengok ke luar jendela itu dan sadarlah bahwa Tuhan itu memang tidak ada. Tolong jelaskan pada saya, jika Tuhan itu ada, mengapa banyak orang yang sakit? mengapa banyak anak yang terlantar?. Jika Tuhan itu ada, tentu tidak ada sakit dan penderitaan. Tuhan apa yang mengijinkan semua itu terjadi..." ungkapnya dengan nada yang tinggi.

Steve pun berpikir tentang apa yang baru saja dikatakan sang tukang cukur. Namun, ia sama sekali tidak memberi respon agar argumen tersebut tidak Lebih meluas lagi.

Ketika sang tukang cukur selesai melakukan pekerjaannya, Steve pun berjalan keluar dari salon. Baru beberapa langkah, ia berpapasan dengan seorang laki-laki berambut panjang dan jenggotnya pun lebat. Sepertinya ia sudah lama tidak pergi ke tukang cukur dan itu membuatnya terlihat tidak rapi.

Steve kembali masuk ke dalam salon dan kemudian berkata pada sang tukang cukur, "Tukang cukur itu tidak ada!"...

Sang tukang cukur pun terkejut dengan perkataan Steve tersebut. "Bagaimana mungkin mereka tidak ada? Buktinya adalah saya. Saya ada di sini dan saya adalah seorang tukang cukur," sanggahnya.

Steve kembali berkata tegas, "Tidak, mereka tidak ada. kalau mereka ada, tidak mungkin ada orang yang berambut panjang dan berjenggot lebat seperti contohnya pria di luar itu."

"Ah, anda bisa saja...Tukang cukur itu selalu ada di mana-mana. Yang terjadi pada pria itu adalah bahwa dia tidak mau datang ke salon saya untuk dicukur," jawabnya tenang sambil tersenyum.

"Tepat!" tegas Steve. "Itulah poinnya. Tuhan itu ada. Yang terjadi pada umat manusia itu adalah karena mereka tidak mau datang mencari dan menemui-Nya. Itulah sebabnya mengapa tampak begitu banyak penderitaan di seluruh dunia ini...."

Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)

Thursday, February 9, 2012

How nice are you?

 

by Jane Powell
 
“If you can’t say something nice, don’t say anything at all.”
We’ve all heard this saying. It’s something our parents reminded us of constantly. In fact, you my very well be cautioning your own children.
Now that you realize how hurtful words can be to others, have you every thought about the effects your own comments have on your self-esteem? Do you ever hear yourself saying nasty things about someone – that someone being you?
No one likes to be called “lazy,” “stupid,” or “fat,” and calling ourselves these names has a damaging effect on our self-worth. So today, take your own advice and the next time you begin to say something bad about yourself, try to stop. Instead of pointing out how little you have accomplished, why not acknowledge what you have achieved? And try replacing words like “I can’t” and “I won’t” with “I can” and “I will.”
Being churlish never served us when we were young, and that is still true. Be kind to yourself.

 
Is it better to give than receive?
We have heard this cliche` a million times. You
probably spend most of your day loving and nurturing
those around you. Day in and day out you're probably giving
all you have and taking good care of those that rely on
you.
The trouble begins when you don't receive love and
nurturing in return from the ones who receive your
care. As time passes, it's only natural for you to feel
resentful.
Does this mean you should stop giving because you
are not receiving? Of course not! Instead, you
need to make it known that you need the same love and
compassion that you give to others everyday.
You too, need to be taken care of. Why? It's only
when you receive this love that all your giving
becomes effortless.


 

Genuine desire

What you most fervently desire pushes you to give the best you can give. In focusing on those things you wish to attain, you’ll activate the strength and discipline necessary for their achievement.
It is never selfish to desire what you genuinely desire. What’s selfish is stifling those desires and declining to give the world your own unique greatness.
The fulfillment you seek will not take anything away from anyone else. In fact, in the process of bringing about that fulfillment you add much value to the lives of those around you.
Real, lasting, meaningful success is built by creating value. Your desire for some particular outcome motivates you to achieve, and as you achieve you lift others up as well.
Those things you are positively passionate about enable you to discover powerful, effective ways of creating new value. When you follow your dreams, you lead other people to theirs.
Listen to the stirrings of your own authentic desires. When you’re clear about what you wish to do, there’s no limit on how high you can lift the whole world.
 Ralph Marston


" Morning Coffee"
Created, and maintained by:
Dizzyrizzy2U@aol.com
GrandmaGail2BC@aol.com
Copyright © 1996 -2011
" Morning Coffee" all rights reserved.