Friday, August 14, 2015

Adab-Adab Memakai Sandal 2

 

🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bulūghul Marām
🔊 Hadits ke-13 | Adab-Adab Memakai Sandal (bagian 2)
⬇ Download Audio dan Transkrip
🌐 http://goo.gl/iWEn9a
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

وَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم : " لاَ يَمْشِ أَحَدُكُمْ فِيْ نَعْلٍ وَاحِدَةٍ، وَلْيُنْعِلْهُمَا جَمِيْعًا أَوْ لِيَخْلَعْهُمَا جَمِيْعًا." مُتَّفَقٌ عَلَيْهِِ.

Dari Abu Hurairah Radiyallahu 'anhu ia berkata: Rasūlullāh Shallallāhu Alayhi Wasallam bersabda: “Janganlah seseorang di antara kalian berjalan hanya dengan memakai satu sandal saja, hendaklah dia memakai sepasang atau melepas keduanya.”
(Muttafaqun ‘alaih).
➖➖➖➖➖➖➖

 ADAB-ADAB MEMAKAI SANDAL (BAGIAN 2)

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'ālā, kita masuk pada halaqoh yang ke-16 masih berkaitan dengan adab memakai sandal dari Kitābul Jāmi' Babul Adab.

Al-Hāfizh Ibnu Hajar rahimahullāh membawakan hadits dari Abu Hurairah radhiallāhu Ta'ālā 'anhu, beliau berkata:

َوَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم : لَا يَمْشِ أَحَدُكُمْ فِي نَعْلٍ وَاحِدَةٍ, وَلْيُنْعِلْهُمَا جَمِيعًا, أَوْ لِيَخْلَعْهُمَا جَمِيعًا (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِمَا)

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: 'Janganlah salah seorang dari kalian berjalan memakai satu sandal saja, tetapi hendaknya dia memakai sendal kedua-duanya atau dia melepaskannya kedua-duanya'."
(HR Imam Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menjelaskan kepada kita larangan memakai satu sandal. Hendaknya kita memakai dua-duanya atau melepas kedua-duanya. Karena disebutkan dalam hadist Rasuluhlah shallallahu 'alaihi wassallam terkadang berjalan dengan tanpa memakai alas kaki. Ini menunjukkan bahwa sesekali boleh kita berjalan tanpa menggunakan alas kaki sama sekali.

Adapun 'illah (sebab) kenapa kita dilarang memakai satu sandal saja, maka ada beberapa pendapat dikalangan ulama:

① Ada yang mengatakan bahwasannya kita dituntut untuk berbuat adil dalam segala hal termasuk berbuat adil terhadap anggota tubuh kita. Sehingga kita tidak boleh memakai sandal hanya pada satu kaki, karena berarti kita tidak adil pada kaki yang satunya lagi.

② Ada yang mengatakan jika memakai satu sandal saja maka yang satunya dikhawatirkan akan terkena gangguan, seperti terinjak paku atau terkena duri.

③ Ada juga yang mengatakan bahwa 'illah (sebab)nya karena berjalan dengan satu sandal akan menarik perhatian, sedangkan kita dianjurkan untuk menjauhi "syuhrah", yaitu sesuatu yang bisa menarik perhatian dan menimbulkan ketenaran. Kalau ketenaran yang disebabkan dengan memakai baju yang bagus yang tampil beda dibandingkan yang lain yang menarik perhatian (libāsusy syuhrah) saja kita dilarang apalagi yang disebabkan dengan hal yang aneh-aneh, seperti kita berjalan dengan satu sandal. Dan bisa-bisa kita dituduh dengan tuduhan yang tidak-tidak, misalnya orang gila atau orang stress, maka hal ini dilarang oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Islam menjaga adab, Islam menjaga kemuliaan seorang manusia. 

④ Sebagian ulama juga mengatakan bahwa diantara 'illah (sebab)nya karena hal ini meniru syaithan.
Dalam hadits yang shahih Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam berkata:

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَمْشِي بِالنَّعْلِ اْلوَاحِدَة.

"Sesungguhnya syaithon berjalan dengan satu sandal saja."

Sebagaimana hal ini diriwayatkan oleh Imam Thahawi dalam Syarah Musykil Atsar dan disebutkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullāh dalam Silsilah Al Hadits Ash Shahihah hadits no. 348)

Kita harus beriman dengan hal ini, bahwasannya syaithan juga memakai sandal dan berjalan dengan satu sandal.

Sebagaimana dalam hadits yang lain yang menyebutkan bahwa syaithan:
• makan dengan tangan kiri
• minum dengan tangan kiri
• memberi dengan tangan kiri
• menerima dengan tangan kiri

Dan kita diperintahkan untuk menyelisihi syaithan.
Kalau kita tahu bahwa syaithan berjalan dengan 1 sandal maka larangan untuk berjalan dengan satu sandal semakin keras.

Ada khilaf (perbedaan pendapat) diantara para ulama terhadap hukum berjalan dengan satu sandal saja, apakah hukumnya haram atau hanya sampai pada derajat makruh saja.

Zhahir hadits ini menunjukkan hukumnya haram, tidak boleh seseorang berjalan dengan satu sandal saja (tapi pakai keduanya atau lepaskan keduanya).

Akan tetapi banyak ulama yang menjelaskan bahwa hukumnya tidak sampai pada derajat haram tetapi hanya makruh.

Sebagian ulama menukil dari ijma' para ulama, seperti Imam Nawawi rahimahullāh Ta'ālā yang mengatakan bahwa ijma' ulama mengatakan hukumnya makruh, demikian juga dengan ulama yang lain.

Dikatakan makruh dan tidak haram karena menurut mereka, di antaranya Imam Nawawi, bahwa ini adalah masalah adab dan pengarahan saja. Dan segala permasalahan yang berkenaan dengan adab dan pengarahan tidak sampai haram tapi hanya sampai pada derajat makruh.
Adapun Ibnu Hazm Azh-Zhāhiri menyatakan bahwa hukumnya haram.

Wallāhu A'lam bish shawāb, apakah hukumnya haram atau makruh, akan tetapi kita hanya berusaha menjalankan sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka kita tidak berjalan dengan menggunakan satu sandal, kita pakai dua-duanya atau kita lepas dua-duanya.

Semua penjelasan di atas dalam kondisi jika kita sedang berjalan.

Bagaimana jika dalam kondisi tidak berjalan? Misalnya sedang duduk kemudian memakai sandal yang kanan dulu kemudian yang kiri. Ini tidak masalah karena yang dilarang adalah ketika sedang berjalan. Adapun misalnya kita sedang berdiri dengan satu sandal sementara kaki yang satu lagi belum sempat kita pakaikan sandal/sepatu, maka inipun in syā' Allāh tidak mengapa karena larangan dalam hadits Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam berkaitan dengan seseorang yang sedang berjalan.

Wallāhu Ta'āla a'lam bish shawāb.

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته


Adab-Adab Memakai Sandal

 

🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bulūghul Marām
🔊 Hadits ke-12 | Adab-Adab Memakai Sandal
⬇ Download Audio dan Transkrip
🌐 http://goo.gl/iWEn9a
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

َوَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
إِذَا انْتَعَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِالْيَمِينِ, وَإِذَا نَزَعَ فَلْيَبْدَأْ بِالشِّمَالِ, وَلْتَكُنْ اَلْيُمْنَى أَوَّلَهُمَا تُنْعَلُ, وَآخِرَهُمَا تُنْزَعُ

"Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda, 'Jika salah seorang dari kalian menggunakan sendal maka mulailah dengan menggunakan sandal bagian kanan, jika dia melepaskan sandalnya maka hendaknya dia mulai dengan melepaskan sandal yang kiri. Maka jadikanlah yang kanan yang pertama kali dipakai dan jadikanlah yang kanan pula yang terakhir dilepas'." (Muttafaqun 'Alaihi)
➖➖➖➖➖➖➖
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
ADAB-ADAB MEMAKAI SANDAL

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Ikhwan dan akhawat, kita masuk halaqah yang ke 15 dari Kitābul Jāmi', dari Bulūghul Marām, masih dalam Bābul Adab dan kita akan membahas tentang Adab Memakai Sandal.
Al-Hāfizh Ibnu Hajar rahimahullāh membawakan hadits dari 'Ali radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu,

َوَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم
إِذَا انْتَعَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِالْيَمِينِ, وَإِذَا نَزَعَ فَلْيَبْدَأْ بِالشِّمَالِ, وَلْتَكُنْ اَلْيُمْنَى أَوَّلَهُمَا تُنْعَلُ, وَآخِرَهُمَا تُنْزَعُ

Beliau berkata : "Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda, 'Jika salah seorang dari kalian menggunakan sendal maka mulailah dengan menggunakan sandal bagian kanan, jika dia melepaskan sandalnya maka hendaknya dia mulai dengan melepaskan sandal yang kiri. Maka jadikanlah yang kanan yang pertama kali dipakai dan jadikanlah yang kanan pula yang terakhir dilepas'." (Muttafaqun 'Alaihi)

Para Ikhwan yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla
Hadits ini adalah hadits yang shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim dan yang lainnya, diriwayatkan juga oleh Imam Malik dan Abu Daud. Hadits ini merupakan salah satu dari kaidah umum yang disebutkan oleh para ulama yaitu bahwasanya merupakan sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:
"Mendahulukan yang kanan dalam perkara-perkara yang baik dan menggunakan yang kiri dalam perkara-perkara yang buruk."
Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh 'Aisyah radhiyallāhu Ta'ālā 'anhā dalam Shahihain (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim), beliau berkata: 

كان النبي صلى الله عليه وسلم يعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ في تَنَعُّلِهِ وَتَرجُّلِهِ و طُهُورِه وفي شَأْنِهِ كُلِّهِ (متفق عليه)

Bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam suka menggunakan (mendahulukan)  yang kanan dalam memakai sandal, menyisir rambut, bersuci dan dalam segala perkara."

Ini dalil bahwasanya untuk segala perkara yang baik maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menganjurkan kita untuk mendahulukan yang kanan. Contohnya:
• bersisir
• memakai sandal
• memakai baju
• makan dan minum menggunakan tangan kanan
• mengambil perkara-perkara yang baik menggunakan tangan kanan

Bahkan, disebutkan bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala bertahallul, yang beliau cukur adalah bagian kepala yang kanan terlebih dahulu baru kemudian kiri.

Adapun dalam perkara-perkara yang buruk maka kita mendahulukan atau menggunakan yang kiri. Contoh:
• Bersuci dari kotoran dengan menggunakan tangan kiri.
• Mengambil barang-barang yang kotor, maka kita menggunakan tangan kiri.
• Masuk ke dalam WC mendahulukan kaki kiri.

Berbeda ketika kita masuk ke masjid yang mendahulukan kaki yang kanan.
Dan demikianlah sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Diantara sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam praktek mendahulukan yang kanan dalam perkara yang baik dan menggunakan yang kiri dalam perkara yang buruk adalah adab menggunakan sandal.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan:
“Jika salah seorang dari kalian memakai sandal maka dahulukan yang kanan. Kalau dia melepaskan sandal maka hendaknya dia mendahulukan yang kiri."

Kenapa bisa demikian?
Karena menggunakan sandal merupakan perkara yang baik, merupakan karomah, perbuatan yang mulia yaitu menjaga kaki dari kotoran dan dari hal-hal yang bisa mengganggu.

Sedangkan melepaskan sandal adalah perkara yang kurang baik, karena kita  menghilangkan penjagaan terhadap kaki.
 
Demikianlah sunnahnya. Para ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'ālā.
Ini (memakai dan melepas sandal) adalah perkara yang kita lakukan setiap hari. Bisa saja kita cuek atau tidak cuek dalam menggunakan sandal dalam kehidupan kita sehari-hari.

Akan tetapi. kenapa kita tidak ingin mendapatkan pahala?

Caranya adalah tatkala memakai sandal kita niatkan menggunakan kaki kanan terlebih dahulu, mengingat akan sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka otomatis Allāh berikan pahala.
Kemudian, tatkala kita ingin melepas sendal, kita niatkan kaki kiri terlebih dahulu karena teringat sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Kebiasaan kebanyakan orang, kalau memakai sandal mendahulukan kaki kanan dan melepaskan juga yang kanan dahulu. Ini kurang sempurna sunnahnya. Sunnahnya adalah mendahulukan yang kanan ketika memakai dan mendahulukan yang kiri ketika melepas. Jika kita biasakan demikian maka pahala terus mengalir dan tentunya ini yang lebih nikmat dan lebih baik.

Kemudian diakhir pembahasan saya ingatkan bahwasanya para ulama telah ijma' bahwa menggunakan sandal dengan mendahulukan kaki kanan hanyalah sunnah, tidak sampai derajat wajib.
Akan tetapi merupakan perkara yang tercela jika seseorang sengaja menggunakan sandal dengan kaki kiri terlebih dahulu.
Walaupun tidak dikatakan berdosa, akan tapi hanya menyelisihi sunnah dan merupakan perbuatan buruk.

والله تعالى أعلم بالصواب.
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته.



Thursday, August 6, 2015

Adab-Adab Minum

 
🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bulughul Māram
🔊 Hadits ke-11 | Adab-Adab Minum
⬇ Download Audio dan Transkrip
🌐 http://goo.gl/iWEn9a
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

وَ عَنْهُ رضي اللّه تعالى عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: لَا يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا (أخرجه مسلم)

Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, beliau berkata: Rasūlullāh -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda: "Janganlah sekali-kali seorang dari kalian minum dalam kondisi berdiri .
(Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim)
➖➖➖➖➖➖➖

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Kita masuk pada halaqoh yang ke-13 - ikhwan dan akhawat sekalian yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla - dari Baabul Adab dalam Kitābul Jāmi' dari Kitab Bulughul Maraam. 
Dan kali ini kita akan bahas tentang adab yang berkaitan dengan adab minum.

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullāhu Ta'āla membawakan sebuah hadits, beliau berkata yaitu

وَ عَنْهُ رضي اللّه تعالى عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: لَا يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا (أخرجه مسلم)

Yaitu dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, beliau berkata: Rasūlullāh -shallallahu 'alaihi wa sallam-bersabda: "Janganlah sekali-kali seorang dari kalian minum dalam kondisi berdiri". 
(Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim)
.
Faidah dari hadits ini, zhahir hadits ini menunjukkan bahwasanya: dilarang seseorang minum dalam kondisi berdiri. Karena dalam kaidah ushul fiqh: 

الأصل في النهي التحريم

Bahwasanya hukum asal dalam larangan adalah pengharaman. Oleh karenanya, sebagian ulama seperti ulama zhahiriyyah, mereka mengambil zhahir hadits ini, mereka mengatakan bahwasanya minum dalam kondisi berdiri hukumnya haram.
Artinya apa? Jika seseorang minum dalam kondisi berdiri maka dia berdosa karena hukumnya haram.
Sementara jumhur ulama (mayoritas ulama), kalau kita katakan jumhur artinya mayoritas. Mayoritas ulama (kebanyakan ulama) membawakan hadits ini pada makna tidak utama.

Artinya :
🔸 Janganlah salah seorang dari kalian minum dalam kondisi berdiri karena itu tidak utama.
🔸 Yang utama seseorang minum dalam kondisi duduk. Akan tetapi, boleh seseorang minum dalam kondisi berdiri.

Mayoritas ulama tatkala berpendapat demikian mereka tidak memandang haramnya minum dalam kondisi berdiri. Mereka hanya memandang ini tidak utama jika seseorang minum dalam kondisi berdiri.
Kenapa? Karena ada dalil-dalil yang lain yang menunjukkan akan bolehnya minum berdiri.
Contohnya seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan juga Imam Muslim, dari Ibnu 'Abbas -radhiallahu 'anhuma-, beliau berkata:

سَقَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ زَمْزَمَ فَشَرِبَ وَهُوَ قَائِمٌ

Kata Ibnu 'Abbas: Aku memberikan kepada Rasūlullāh -shallallahu 'alaihi wa sallam- air minum dari zamzam maka beliaupun minum air zamzam tersebut dalam kondisi berdiri.
Kemudian hadits yang lain yang juga dalam Shahih Al-Bukhari, dari 'Ali bin Thalib -radhiallahu 'anhu- : beliau pernah minum berdiri, beliau diberikan air kemudian minum berdiri tatkala beliau berada di Kuffah. Beliau berkata: 

إِنَّ نَاسًا يَكْرَهُ أَحَدُهُمْ أَنْ يَشْرَبَ وَهُوَ قَائِمٌ. وَإِنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَ كَمَا رَأَيْتُمُونِي فَعَلْتُ

Sesungguhnya orang-orang tidak suka jika salah seorang dari mereka minum dalam kondisi berdiri. Sementara aku pernah melihat Rasūlullāh -shallallahu 'alaihi wa sallam- melakukan apa yang pernah kalian liat aku melakukannya."

Artinya aku pernah melihat Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- minum berdiri sebagaimana kalian sekarang melihat aku minum berdiri.

Ini dijadikan dalil oleh jumhur ulama bahwasanya minum dalam kondisi berdiri hukumnya adalah boleh terutama jika ada kebutuhan.

Ada khilaf di antara para ulama masalah ini tentang bagaimana mengkompromikan 2 model hadits ini. Ada hadits yang menunjukkan larangan, Nabi melarang untuk minum sambil berdiri.
Ada hadits-hadits yang menunjukkan Nabi pernah minum berdiri bahkan dipraktekkan oleh 'Ali bin Abi Thalib -radhiallahu 'anhu- dengan minum berdiri.
Maka pendapat yang pertama, mengambil cara nasikh dan mansukh. Kata mereka bahwasanya larangan-larangan yang menunjukkan minum untuk minum berdiri itu datang terakhir, sehingga memansukhkan hadits-hadits yang membolehkan minum berdiri.

Namun tentu ini pendapat yang tidak kuat. Kenapa?
Karena 'Ali bin Abi Thalib menyampaikan atau mempraktekkan diri minum berdiri tatkala beliau di Kuffah yaitu di masa Khulafaur Rasyidin, setelah wafatnya Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-. Ini menunjukkan bahwasanya 'Ali bin Abi Thalib memahami hukum tersebut tidak mansukh.
Demikian juga ada yang berpendapat bahwasanya sebaliknya. Justru hadits-hadits yang melarang minum berdiri dimansukhkan oleh hadits-hadits yang membolehkan untuk minum berdiri.
Akan tetapi 2 pendapat ini tidak kuat karena masalah nasikh dan mansukh butuh dalil yang lebih kuat, butuh dalil mana yang lebih dahulu dan mana yang lebih terakhir. Dan tidak ada dalil yang menunjukkan hal ini semua.

Sebagian ulama juga berpendapat bahwasanya bolehnya minum berdiri hanyalah kekhususan Nabi, kalau kita sebagai umat Nabi tidak boleh minum berdiri. Nabi khusus karena dia pada waktu berbicara melarang minum dia berbicara dengan ucapan, dia mengatakan "Jangan salah seorang dari kalian minum berdiri". Adapun tatkala beliau minum berdiri adalah praktek, bukan ucapan dan ini menunjukkan boleh minum berdiri adalah kekhususan Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-.
Ini dibantah juga oleh para ulama. Kalau itu merupakan kekhususan Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- , kenapa dipraktekkan oleh 'Ali bin Abi Thalib?
 
Intinya pendapat yang kuat adalah pendapat jumhur ulama bahwasanya :
🔹Mengkompromikan/menggabungkan antara 2 model hadits ini bahwasanya hadits yang melarang untuk minum berdiri itu dibawakan kepada khilaful awlaa yaitu bahwasanya lebih utama untuk tidak minum berdiri.
🔹 Namun boleh untuk minum berdiri berdasarkan dalil-dalil yang membolehkan terutama jika seseorang minum berdiri dalam keadaan hajat, ada kebutuhan, dia mungkin lagi ada keperluan maka perlu berdiri untuk minum, maka ini tidak mengapa.

Para ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla,

Oleh karenanya, kita simpulkan dari pembahasan kita pada kesempatan kali ini bahwasanya sunnahnya seorang minum hendaknya dalam keadaan duduk, dia mendapatkan ganjaran dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Namun jika dia ada keperluan, dia boleh minum dalam keadaan berdiri.
Al-Hafizh Ibnu Hajar pernah berkata:

 إذا رُمْتَ تَشْرَبُ فاقْعُـدْ تَفُزْ بِسُنَّةِ صَفْوَةِ أهلِ الحِجـــاز

Jika kau hendak minum maka minumlah dalam keadaan duduk, maka kau akan mendapatkan pahala sunnahnya Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- pemimpin ahlul hijaz.

وقـد صَحَّحُـوا شُرْبَهُ قائِماً ولكنه لبيانِ الجــــــواز

Para ulama telah membenarkan Rasūlullāh -shallallahu 'alaihi wa sallam- pernah minum dalam keadaan berdiri akan tetapi beliau minum berdiri tersebut untuk menjelaskan bolehnya minum berdiri.

Jadi kita umat Islam kalau ingin mengikuti sunnah Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- asalnya kita minum dalam keadaan duduk. Namun jika ada keperluan, ada kebutuhan boleh kita minum berdiri sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- .

Demikian.

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته


Wednesday, August 5, 2015

Adab-Adab Bersin

 

🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
📗 Kitābul Jāmi' | Bulughul Māram
🔊 Hadits ke-10 | Adab-Adab Bersin
⬇ Download Audio dan Transkrip
🌐 http://goo.gl/iWEn9a
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ: اَلْحَمْدُ الله, وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ يَرْحَمُكَ الله, فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ الله, فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ الله, وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ ) أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ

Jika salah seorang dari kalian bersin maka hendaknya dia mengatakan "Alhamdulillāh". Dan saudaranya yang mendengarnya mengucapkan "Yarhamukallāh". Jika saudaranya mengucapkan yarhamukallāh maka yang bersin tadi menjawab lagi dengan mengatakan "Yahdikumullāh wa yushlihu baa lakum" (semoga Allāh memberi petunjuk kepada kalian dan semoga Allāh meluruskan/memperbaiki urusanmu.
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari)
➖➖➖➖➖➖➖

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله 

Para ikhwan dan akhwat, kita masuk pada halaqoh yang ke-13..

Dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: 

إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ: اَلْحَمْدُ الله, وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ يَرْحَمُكَ الله, فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ الله, فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ الله, وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ ) أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ

Jika salah seorang dari kalian bersin maka hendaknya dia mengatakan "Alhamdulillaah". Dan saudaranya yang mendengarnya mengucapkan "Yarhamukallaah". Jika saudaranya mengucapkan yarhamukallaah maka yang bersin tadi menjawab lagi dengan mengatakan "Yahdikumullaah wa yushlihu baa lakum" (semoga Allah memberi petunjuk kepada kalian dan semoga Allah meluruskan/memperbaiki urusanmu.
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari)

Hadits ini berkaitan tentang adab bersin dan adab orang yang mendengar bersin. 

Pertama berkaitan dengan orang yang bersin. Orang yang bersin, dia telah mendapatkan nikmat dari Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Sehingga tatkala dia bersin keluar kotoran dari tubuhnya dan dia merasa lebih ringan daripada dia bersin tersebut terpendam dalam dirinya. Maka hendaknya dia mengucapkan "Alhamdulillaah".

Dan sebagian orang menyatakan bahwasanya bersin menunjukkan sehatnya seseorang. Dia tidak berbicara tentang orang yang bersin melulu, menunjukkan dia sakit, tidak. Tapi kita berbicara tentang yang bersin terkadang yang dialami oleh seseorang, ini adalah nikmat yang menunjukkan tubuhnya sehat sehingga keluar dari tubuhnya hawa tersebut sehingga dia mengucapkan "Alhamdulillaah".
Dan ini peringatan bagi kita, kalau bersin, sekedar bersin kita dianjurkan untuk mengucapkan "Alhamdulillaah", memuji Allah atas nikmat tersebut. Bagaimana lagi dengan nikmat-nikmat yang lain? Oleh karenanya hendaknya sering kita memuji Allah tatkala kita berdzikir alhamdulillaah setelah shalat, benar-benar kita renungkan makna alhamdulillaah. Bahwasanya terlalu banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita, yang terkadang kita lupa untuk bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, lupa untuk memuji Allāh Subhānahu wa Ta'āla yang memudahkan nikmat tersebut kepada kita.

Kemudian tatkala dia bersin, hendaknya dia memperhatikan adab. Sebagaimana Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam tatkala dia Rasūlullāh bersin, wadho'a yadahu fi fihi. Rasūlullāh kalau bersin beliau meletakkan tangan beliau di mulutnya atau meletakkan bajunya sehingga tidak tersebar kemana-mana. Kemudian beliau melemahkan suara beliau tatkala bersin.

Oleh karena seseorang tatkala bersin jangan dia menggelegar dengan sekeras-kerasnya, kemudian lehernya atau kepalanya dipalingkan ke kanan dan ke kiri sehingga tersebarlah virus-virusnya, tidak.
Tapi dia berusaha mengecilkan suaranya dan berusaha menutup mulutnya. Ini adab dalam bersin sehingga dia tidak mengganggu orang lain. Karena ada orang yang tatkala bersin menggelegar, sengaja, ada orang yang tidak sengaja, tidak mampu menahan suaranya. Ini mendapat udzur. Tapi ada yang sengaja untuk melepaskan suaranya, ini tidak diperbolehkan.

Kemudian adab orang yang mendengar tatkala mendengar seorang bersin maka dia menjawab "Yarhamukallaah" (semoga Allah memberi rahmat kepada engkau). Engkau telah mendapatkan nikmat maka semoga Allah menambah rahmat kepada engkau.

Para ulama berbicara tentang bagaimana kalau ada orang yang tidak mengucapkan alhamdulillaah. Kita tidak mengucapkan yarhamukallaah kepada dia.
Dalam hadits disebutkan: 

عَطَسَ رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَشَمَّتَ أَحَدَهُمَا وَلَمْ يُشَمِّتْ الْآخَرَ ، فَقِيلَ لَهُ فَقَالَ :(هَذَا حَمِدَ الله ، وَهَذَا لَمْ يَحْمَدْ الله)

Ada 2 orang yang bersin disisi Nabi maka Nabi mengucapkan "Yarhamukallaah" kepada satunya dan satunya Nabi tidak mengucapkan yarhamukallaah. Maka orang yang tidak diucapkan yarhamukallaah protes, ya Rasūlullāh:

سَمَّتْ هَذَا ، وَلَمْ تُشَمِّتْنِي

Engkau mengucap yarhamukallaah kepada si fulan adapun kepada aku tidak, maka Nabi mengatakan:

إِنَّ هَذَا حَمِدَ اللَّهَ, وَ لَمْ تَحْمَدِ اللّه

Si fulan tadi tatkala bersin mengucapkan alhamdulillaah, adapun engkau tidak mengucapkan alhamdulillaah.

Oleh karenanya, orang yang bersin tidak mengucapkan alhamdulillaah, maka kita tidak menjawab yarhamukallaah.

Diriwayatkan dari Ibnul Mubarok rahimahullāhu, tatkala ada seseorang bersin di hadapan Ibnul Mubarok dan dia tidak mengucapkan alhamdulillaah maka Ibnul Mubarok bertanya pada dia "Apa yang diucapkan oleh orang yang bersin? ". Orang ini pun mengatakan "Alhamdulillaah", maka Ibnu Mubarok kemudian mengucapkan "Yarhamukallaah". Seakan-akan mengingatkan kepada orang tersebut, terkadang seseorang lupa mengucapkan alhamdulillaah atau karena saking sibuknya lupa untuk mengucapkan alhamdulillaah maka boleh kita mengingatkan dia agar kita mengucapkan yarhamukallaah kepada dia.

Kemudian apa hukum mengucapkan yarhamukallaah?
Ada khilaf di antara para ulama.
🔹Ada yang mengatakan fardhu 'ain (setiap orang yang mendengar harus mengucapkan yarhamukallaah)
🔹Ada yang mengatakan fardhu kifayah (cukup sebagian orang yang mengucapkan yarhamukallaah)
🔹Ada yang mengatakan sunnah secara mutlak.
 
Tapi kita berusaha menghidupkan sunnah ini, apa hukumnya sunnah, apakah fardhu kifayah atau fardhu 'ain, kita berusaha mengucapkan yarhamukallaah kepada saudara kita yang bersin.
Kemudian setelah kita mengucapkan "yarhamukallaah" maka orang yang bersin tadi mengucapkan "yahdikumullaah wa yushlihu baa lakum", balik mendo'akan orang yang telah mendo'akannya dengan berdo'a semoga Allah memberi hidayah kepadamu dan semoga Allah meluruskan urusanmu.

Sungguh indah adab yang diajarkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, saling mendo'akan di 
antara sesama muslim, menghilangkan rasa hasad, menghilangkan rasa dengki.

Bayangkan jika seorang saling mendo'akan di antara mereka, dan ini mempererat tali ukhuwah di antara kaum muslimin. Sangat dituntut untuk mempererat tali ukhuwah (tali persaudaraan) di antara kaum muslimin. Dan sangat dituntut untuk menghilangkan segala sebab-sebab yang bisa menumbuhkan perpecahan, perselisihan, buruk sangka dan yang lain-lainnya.
Terakhir sebelum kita tutup majlis kita yaitu pembahasan tentang bagaimana orang yang sakit yang bersin berulang-ulang?
Maka yang wajib bagi kita adalah untuk mengucapkan yarhamukallaah sekali saja. Ada yang mengatakan sampai 3 kali disunnahkan, lebih dari itu tidak perlu.

Disebutkan dalam hadits Salamah ibnil Akwa radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu, bahwasanya dia mendengar Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan ada seorang yang bersin di sisi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka Nabi mengatakan "Yarhamukallaah". ثُمَّ عَطَشَ أُخْرَ (kemudian orang ini bersin lagi), kemudian Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan اَلرَّجُلُ مَزْكُوْمٌ si fulan ini sedang sakit flu.

Oleh karenanya ini isyarat dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam kalau ternyata orang ini bersinnya tidak wajar. Namun karena sakit maka kita rubah do'a, do'anya bukan lagi "yarhamukallaah" tapi kita mendo'akan "syafakallaah" (semoga Allah menyembuhkanmu) atau do'a-do'a yang berkaitan dengan orang yang sakit.

Demikian, wabillaahittaufiq walhidayah.

والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته



Larangan Mendahului Salam Kepada Orang Kafir

 

🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
📗 Kitabul Jaami' | Bulughul Maaram
🔊 Hadits 09 | Larangan Mendahului Salam Kepada Orang Kafir
⬇ Download Audio dan Transkrip
🌐 http://goo.gl/iWEn9a
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

وَعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم : "لاَ تَبْدَؤُوْا الْيَهُوْدَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ، وَإِذَا لَقِيتُمُوْهُمْ فِي طَرِيْقٍ فَاضْطَرُّوْهُمْ إِلَى أَضْيَقِهِ." أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ .

Dari Abu Hurairah Radiyallāhu anhu ia berkata: Rasūlullāh Shallallāhu Alayhi Wasallam bersabda: “Janganlah kalian mendahului mengucapkan salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani, dan jika kalian bertemu dengan mereka disebuah jalan, desaklah mereka ke tempat yang paling sempit.” (HR Muslim).
➖➖➖➖➖➖➖➖

بسم اللّه الرحمن الرحيم

Ikhwan dan akhawat sekalian yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita masuk pada halaqoh yang ke-12, masih berkaitan dengan adab salam.

Dari sahabat "Abu Hurairah" radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu, beliau berkata :
 
قال رسول الله صلّى اللّه عليه وسلّم "لَا تَبْدَؤُوا اَلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلَامِ, وَإِذَا لَقَيْتُمُوهُمْ فِي طَرِيقٍ, فَاضْطَرُّوهُمْ إِلَى أَضْيَقِهِ

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: Janganlah kalian mulai memberi salam kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Nashrani. Dan jika kalian bertemu dengan mereka dijalan maka buatlah mereka tergeser ke jalan yang sempit. (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim).

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, hadits ini dipermasalahkan oleh sebagian orang yang menjelaskan Islam kok demikian, kok mengajarkan sikap keras kepada orang-orang kafir?

Sebenarnya hadits ini tidak menjadi masalah karena kita menempatkan dalil-dalil sesuai dengan kondisinya.

Ada dalil-dalil yang menunjukkan bagaimana rahmatnya Islam. Dan terlalu banyak dalil yang menunjukkan bagaimana sikap Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam terhadap orang-orang kafir dengan muamalah thayyibah, dengan sikap yang baik dalam rangka untuk mengambil hati mereka.
Bahkan terhadap orang yang sangat membenci Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, Abdullah bin 'Ubay bin Salul. Tatkala meninggal dia tidak punya kain kafan. Maka Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memberikan baju yang beliau pakai untuk dijadikan kain kafan bagi Abdullah bin 'Ubay bin Salul. Padahal dia adalah gembongnya orang munafiq yang sering menyakiti Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dan juga keluarga Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. Yang telah memimpin untuk menuduh 'Aisyah telah melakukan berzina. Akan tetapi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bermuamalah dengan baik dengan dia.

Demikian juga Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bermuamalah baik dengan orang kafir seperti orang Yahudi yang pernah menjadi pembantu Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka tatkala sakit, Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam menjenguknya. Dan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam mendakwahinya dan terlalu banyak dalil bagaimana sikap lemah lembut dari kaum muslimin terhadap orang-orang kafir.

Ini bab tentang muamalah. Maka seseorang berusaha untuk berbuat baik kepada orang-orang kafir dalam rangka untuk mengambil hati mereka.

Tetapi dalam kondisi-kondisi lain, dimana tatkala kondisi menunjukkan Islam harus lebih tinggi, contohnya tatkala melewati suatu jalan maka seorang muslim ketika berjalan ditengah jalan, kemudian ada orang kafir lewat maka jangan kemudian dia minggir kemudian mempersilakan orang kafir, ini menunjukkan kehinaannya dia, tidak. Kita tetap berjalan karena dia berhak untuk jalan ditengah. Dia seorang muslim, maka dia jangan mengalah.

Ini cara seorang muslim memiliki 'izzah, memiliki kemuliaan, bukan malah lemah loyo dihadapan semua orang.

Dan ini kadang terjadi, misalnya dalam suatu perkumpulan orang muslim malu berbicara, orang kafir terus yang berbicara. Orang muslim tidak enak-tidak enak, orang kafir yang menguasai majlis. Ini tidak benar. Ini saatnya menunjukkan Islam harus memiliki 'izzah, memiliki kemuliaan dihadapan orang-orang kafir.

Oleh karenanya bab tentang muamalah hasanah bab tersendiri, adapun bab tatkala seseorang harus menunjukkan keutamaan Islam maka dia harus tunjukkan.

Ada beberapa point yang berkaitan dengan hadits ini.

Yang pertama, seorang muslim tidak boleh mendahulukan mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nashrani. Kenapa? Karena salam itu menunjukkan kemuliaan dan ada do'a, dan yang penting ada do'a. Kalau kita mengucapkan Assalaamu'alaykum berarti kita mendoakan keselamatan bagi dia, dia tidak berhak untuk mendapatkan keselamatan. Dia kafir kepadaAllāh Subhānahu wa Ta'āla, dia kafir terhadap Nabi Muahammad shallallāhu 'alayhi wa sallam, dia berbuat kesyirikan, bagaimana kita mengatakan keselamatan bagi kalian. Maka tidak kita berhak, tidak boleh bahkan (bukan cuma tidak berhak), tidak boleh untuk mengucapkan salam dahulu kepada mereka.

Akan tetapi kalau mereka yang dahulu memberi salam, maka kita menjawab. Kalau mereka mengucapkan "Assalaamu'alaykum". Kita jawab "Wa'alaykum", demikian juga bagi kalian.

Namun para ulama menyebutkan, jika kondisinya ternyata sulit, masa kita bertemu dengan orang-orang kafir kita tidak memberi salam sama sekali. Nanti menunjukkan prasangka buruk kepada kaum muslimin.

Maka para ulama (banyak ulama yang membolehkan). Tatkala Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, seperti ulama sekarang Syaikh Albani rahimahullāhu. Jika kita bertemu dengan orang-orang kafir, misalnya mungkin bos kita, mungkin teman kerja kita, rekan kerja kita. Maka kita tidak mengucapkan “Assalaamu'alaykum", kita menggunakan kata-kata salam yang lain, seperti kita mengatakan "selamat pagi", "bagaimana kondisimu?", "good morning", seperti itu tidak jadi masalah, yang penting tidak ada do'a (Assalaamu'alaykum itu do'a) yang tidak pantas untuk diberikan kepada orang-orang yang musyrik dan kafir kepada اللّه juga kafir kepada Nabi Muhammad shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Demikian para ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Apa yang bisa kita sampaikan pada halaqoh ke-12, akan lanjutkan pada halaqoh berikutnya.

Wabillahit taufiq.

السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته



Adab Adab Memberi Salam dalam Rombongan

 

🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
📗 Kitabul Jāmi' | Bulughul Māram
🔊 Hadits 08 | Adab Adab Memberi Salam dalam Rombongan
⬇ Download Audio dan Transkrip
🌐 http://goo.gl/iWEn9a
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
وَعَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم : "يُجْزِئُ عَنِ الْجَمَاعَةِ إِذَا مَرُّوْا أَنْ يُسَلِّمَ أَحَدُهُمْ، وَيُجْزِئُ عَنِ الْجَمَاعَةِ أَنْ يَرُدَّ أَحَدُهُمْ." رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْبَيْهَقِيُّ.

Dari ‘Ali Radiyallāhu anhu ia berkata: Rasūlullah Shallallāhu Alayhi Wasallam bersabda: “Jika sekelompok orang lewat maka cukup satu orang saja di antara mereka yang mengucapkan salam mewakili semuanya dan juga cukup satu orang saja yang menjawab salam mewakili sekelompok yang lain.” (HR Ahmad dan al-Baihaqi).
➖➖➖➖➖➖➖➖

بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله

Ikhwan dan akhwat, Assalāmu'alaykum warahmatullāhi wabarakātuh.
Kita masuk pada halaqoh yang ke-11 dari Baabul Adab.

Hadits dari 'Ali bin Abi Thalib radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu, beliau berkata: 

ٍقال رسول الله صلّى اللّه عليه وسلّم : "يُجْزِئُ عَنْ اَلْجَمَاعَةِ إِذَا مَرُّوا أَنْ يُسَلِّمَ أَحَدُهُمْ, وَيُجْزِئُ عَنْ اَلْجَمَاعَةِ أَنْ يَرُدَّ أَحَدُهُمْ ".

Cukuplah jika ada sekelompok orang atau sebuah jama'ah jika melewati jama'ah yang lain, maka cukup salah seorang dari jama'ah yang lewat tersebut satu orang memberi salam sudah cukup. Dan sebaliknya, demikian juga jama'ah yang disalami maka cukup satu orang bagi mereka untuk membalas salam tersebut."
(Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan AlBaihaqi)

Para ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla, hadits ini sanadnya lemah karena dalam sanadnya ada seorang rawi yang bernama Sa'id bin Khalid Al-Khuza'i AlMadani. Dan dia adalah perawi yang dha'if.

Al-Imam AlBukhari menyatakan fīhi nazhar. Demikian juga Abu Hatim dan Abu Zur'ah mengatakan dha'īful hadits (haditsnya lemah). Kemudian juga Daruquthni mengatakan laysa bilqowiy (orangnya tidaklah kuat).

Oleh karenanya, secara sanadnya hadits ini adalah lemah. Akan tetapi Syaikh Albani rahimahullāhu Ta'āla menyebutkan syawahid yang menguatkan hadits ini (yang dimaksud dengan syawahid adalah hadits-hadits yang maknanya sama tetapi diriwayatkan dari shahabat-shahabat yang lain). Dan syawahid tersebut seluruhnya sanadnya juga lemah.

Oleh karenanya Syaikh Albani mengatakan:
لعل الحديث بهذه الطروق يتوقف فيسير حسنا

Kata beliau: Mungkin dengan banyaknya jalan-jalan yang lain daripada hadits ini maka hadits ini naik derajatnya menjadi hadits yang hasan.

Oleh karenanya hadits ini juga dihasankan oleh Syaikh Albassam dalam kitabnya Tauhidul Ahkam.
Intinya, hadits ini wallaahu a'lam, ada yang mendha'ifkan, ada yang menghasankan.
Hadits ini menjelaskan bahwasanya diantara adab yang berkaitan dengan memberi salam, jika ada sekelompok jama'ah yang melewati jama'ah yang lain maka cukup yang memberi salam satu karena hukumnya adalah fardhu kifayah.

اذا قام به البعض سقط عن الباقين

Kalau seorang sudah melakukannya, maka yang lain tidak perlu lagi wajib untuk mengucapkan salam.

Demikian juga dalam hal menjawab salam, jika ada seorang datang kemudian memberi salam kepada jama'ah: "Assalāmu'alaykum!". Maka jama'ah tersebut tidak wajib seluruhnya untuk menjawab, tetapi satupun sudah cukup. Akan tetapi kata para ulama mengatakan seandainya mereka menjawab seluruhnya maka ini lebih baik, lebih afdhal.

Demikian juga seandainya mereka jama'ah ini seluruhnya memberi salam dengan suara ramai-ramai "Assalāmu'alaykum!". Maka ini juga lebih afdhal. Karena hadits أَفْشُوا السَّلامَ, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan: Tebarkanlah salam.

Hadits ini umum, yang oleh karenanya siapa saja berhak untuk memberikan salam. Oleh karena nya jika jama'ah ramai-ramai memberi salam atau jama'ah ramai-ramai menjawab salam maka ini lebih afdhal, akan tetapi tidak wajib. Yang wajib cukup 1 yang memberi salam dan wajib 1 menjawab.
Ini diantara adab salam yang diajarkan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam hadits ini.
Kemudian ada adab yang lain yang mungkin kita perlu sampaikan juga.

Dalam Alqur'an Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman: 

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

Jika kalian diberi salam dengan suatu salam maka jawablah dengan salam yang lebih baik atau yang semisalnya (AnNisaa 86)

Ini penting ya ikhwan dan akhawat, kalau kita bertemu dengan seorang saudara kita kemudian dia memberi salam: "Assalāmu'alaykum warahmatullāh wabarakātuh ", maka hendaknya kita menjawab dengan jawaban yang sempurna, kita mengatakan "Wa'alaykumussalam warahmatullāhi wabarakātuh".

Kalau dia mengatakan "Assalāmu'alaykum " kita bisa jawab "Assalāmu'alaykum" atau minimal kita tambah kita mengatakan "Assalāmu'alaykum warahmatullāh".

Jadi kita berusaha menjawab salam sebagaimana yang dia sampaikan atau lebih baik daripada apa yang dia sampaikan.

Demikian juga dalam secara lafal, demikian juga dalam hal misalnya saudara kita datang memberi salam kepada kita dengan wajah tersenyum, dengan memandang kita maka kita berusaha memandangnya dan kita juga berusaha senyum dengan dia karena sebagian orang mungkin karena ada keangkuhan dalam dirinya jika ada yang memberi salam kepada dia maka dia jawab dengan tanpa senyum. Atau dia menjawab tanpa melihat orang yang memberi salam kepada dia. Ini adalah keangkuhan, yā ikhwan.

Allāh mengatakan: 

فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

Jawablah dengan lebih baik atau yang sama. Kalau dia senyum, kita senyum. Kalau dia senyumnya berseri, kita berseri-seri. Harusnya demikian, ini adab yang diajarkan oleh Islam.

Oleh karenanya, seorang berusaha menebarkan salam, menjalankan sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Dalam hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyatakan: 

لا تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلامَ بَيْنَكُمْ

Kalian tidak akan masuk surga sampai beriman, dan kalian tidak akan beriman kecuali sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang suatu amalan yang jika kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai? Maka tebarkanlah salam diantara kalian.

Maka jangan malas kita untuk memberi salam. Ketemu saudara kita, kita beri salam, kita kirim salam kepada saudara kita. Betapa keindahan yang masuk ke dalam hati seseorang tatkala dikatakan si fulan memberikan salam kepada engkau, kemudian kita mengatakan kirim salam balik kepada dia.
Ini semua dalam meningkatkan ukhuwah, maka jangan angkuh untuk memberi salam dan jangan angkuh juga untuk menjawab salam.

Wabillāhit taufiq, assalāmu'alaykum warahmatullāh wabarakātuh.


Adab Adab Memberi Salam

 



🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
📗 Kitabul Jaami' | Bulughul Maaram
🔊 Hadits 07 | Adab Adab Memberi Salam
⬇ Download Audio dan Transkrip
🌐 http://goo.gl/iWEn9a
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم : "لِيُسَلِّمِ الصَّغِيْرُ عَلَى الْكَبِيْرِ، وَالْمَارُّ عَلَى الْقَاعِدِ، وَالْقَلِيْلُ عَلَى الْكَثِيْرِ." مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَفِيْ رِوَايَةِ لِمُسْلِمٍ "وَالرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِيْ."

Dari Abu Hurairah Radiyallāhu anhu ia berkata: Rasūlullāh Shallallāhu Alayhi Wasallam bersabda: “Hendaklah yang muda memberi salam (terlebih dahulu) kepada yang tua, yang berjalan kepada yang duduk, yang sedikit kepada yang banyak.” (Muttafaqun ‘alaih) dalam riwayat Muslim disebutkan: “Dan yang naik kendaraan kepada yang berjalan kaki.”
➖➖➖➖➖➖➖➖
- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: [قَالَ] رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم: «لِيُسَلِّمِ الصَّغِيرُ عَلَى الْكَبِيرِ, وَالْمَارُّ عَلَى الْقَاعِدِ, وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. (١)
وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ: «وَالرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِي». (٢)

Dari Abu Hurairah Radliyallāhu ‘anhu bahwa Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam  bersabda: "Hendaklah salam itu diucapkan yang muda kepada yang tua, yang berjalan kepada yang duduk, dan yang sedikit kepada yang banyak." [Muttafaqun Alaihi].
Menurut riwayat Muslim: "Dan yang menaiki kendaraan kepada yang berjalan."
--------------------
بسم اللّه الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Kita masuk pada halaqoh yang ke-10 dari Bābul Adab dari Kitābul Jāmi' dalam Kitab Bulughul Marām.
AlHafizh Ibnu Hajar membawakan hadits dari Abu Hurairah radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu dimana Abu Hurairah berkata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: 

لِيُسَلِّمِ الصَّغِيرُ عَلَى الْكَبِيرِ, وَالْمَارُّ عَلَى الْقَاعِدِ, وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ

Hendaknya yang muda memberi salam kepada yang lebih tua, yang berjalan hendaknya memberi salam kepada yang duduk dan yang sedikit memberi salam kepada yang banyak.

Muttafaqun 'alaih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِم kata AlHafizh Ibnu Hajar dan dalam riwayat lain dalam Shahih Muslim, kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, adalah وَالرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِي yaitu yang berkendaraan hendaknya memberi salam kepada yang berjalan.

Hadits ini memberikan penjelasan tentang perkara yang sunnah, tatkala bertemu 2 orang muslim atau sekelompok muslim dengan sekelompok yang lainnya.

Tentu indah Islam, mengajarkan yang satu memberi salam kepada yang lainnya karena diantara sunnah adalah أَفْشُوْا السَّلاَم (menebarkan salam). Karena menebarkan salam akan menumbuhkan kedekatan ukhuwah islamiyyah dan menambahkan keimanan diantara kaum muslimin.

Diantara adab-adab dalam memberi salam, Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengajarkan 4 adab:

1⃣ Yang pertama, kalau bertemu antara yang muda dengan yang tua maka yang muda hendaknya yang dahulu memberi salam.
Dan ini menunjukkan akan penghormatan kepada yang tua, yang muda hendaknya menghormati yang tua. Dan yang tua tentunya harus sayang kepada yang muda.

2⃣ Yang kedua, وَالْمَارُّ عَلَى الْقَاعِد orang yang berjalan (yang sedang lewat)  hendaknya dia beri salam kepada yang duduk.
Ini mengajarkan kesopanan, yang lewat memberi salam kepada yang duduk.

3⃣ Kemudian yang ketiga وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ, yang jumlahnya sedikit tatkala bertemu dengan jumlahnya yang banyak. Maka yang jumlahnya sedikit menghormati yang jumlahnya banyak dengan mendahului memberi salam kepada mereka.

4⃣ Kemudian yang keempat وَالرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِي, yang naik kendaraan hendaknya memberi salam kepada yang sedang berjalan.

Sebagian ulama mengatakan kenapa demikian?
Karena orang yang naik kendaraan maka seakan-akan ada sesuatu rasa yang tinggi dalam hatinya entah karena kendaraan yang mewah, bisa jadi, sementara yang berjalan kaki tidak diberi nikmat oleh Allah, memiliki kendaraan.

Maka kata para ulama, diantara bentuk syukur dia kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla, telah diberikan kemudahan dengan diberi tunggangan/kendaraan maka hendaknya dia tawadhu' kemudian dia memberi salam kepada orang yang tidak diberi nikmat oleh Allah berupa kendaraan.

Ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, ini semua dijelaskan oleh para ulama hukumnya sunnah, artinya boleh, yang besar dahulu memberi salam kepada yang kecil, boleh yang sedang duduk memberi salam kepada yang berjalan, boleh yang jumlahnya lebih banyak memberi salam kepada yang jumlahnya lebih sedikit, boleh yang sedang berjalan memberi salam kepada yang naik kendaraan. Namun sunnahnya adalah sebaliknya. Jadi ini adalah hukumnya sunnah dan tidak wajib.Terkadang yang lebih tua memberi salam kepada yang kecil dalam rangka agar membuat dirinya tawadhu' dan dalam rangka agar mengajarkan anak-anak kecil menghidupkan sunnah memberi salam.

Sebagaimana telah dilakukan oleh Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam, merupakan sunnah kita mulai memberi salam kepada anak-anak kecil.

Dalam Hadits Anas radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu, beliau berkata: 

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلّى اللّه عليه وسلّم مَرَّ عَلَى غِلْمَانٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam melewati anak-anak, dan Rasūlullāh memberi salam kepada mereka.

Ini mengajarkan anak-anak menjawab salam, agar sunnah memberi salam hidup. Dan ini untuk mengajarkan tawadhu' kepada kita. Kita yang dahulu, meskipun masih kecil, meskipun lebih muda, kita menunjukkan rasa sayang kita kepada mereka, maka kita yang dahulu memberikan salam sehingga menunjukkan tawadhu' yang ada pada diri kita.

Demikianlah ikhwan dan akhwat yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, sebagian dari adab salam, in syā Allāh kita akan lanjutkan pada kajian selanjutnya.

 Assalāmu'alaykum warahmatullāhi wabarakātuh.
__________________________


Anjuran Menjilat Jari Sesudah Makan

 

🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Firanda Andirja, MA
📗 Kitabul Jaami' | Bulughul Maaram
🔊 Hadits 06 | Anjuran Menjilat Jari Sesudah Makan
⬇ Download Audio dan Transkrip
🌐 http://goo.gl/iWEn9a
~~~~~~~~~~~~~~~~~~

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم : "إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا فَلاَ يَمْسَحْ يَدَهُ حَتَّى يَلْعَقَهَا أَوْ يُلْعِقَهَا." مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Dari Ibnu ‘Abbas Radiyallāhu anhuma ia berkata: Rasūlullāh Shallallāhu Alayhi Wasallam bersabda: “Jika salah seorang dari kalian memakan makanan maka jangan dia usap tangannya sampai dia menjilatinya atau dia menjilatkan tangannya.” (Muttafaqun ‘alaih).
➖➖➖➖➖➖➖➖
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Ikhwan dan akhwat, kita masih bersama Kitābul Ādāb dari Kitābul Jāmi' yang terdapat di akhir dari Bulughul Marām karangan Ibnul Hajar AsySyāfi'I rahimahullāhu Ta'āla
.
8⃣ Kita sekarang masuk pada halaqah yang ke-8, 

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم: «إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا, فَلَا يَمْسَحْ يَدَهُ, حَتَّى يَلْعَقَهَا, أَوْ يُلْعِقَهَا». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. (١)
📖 
Hadits dari Ibnu 'Abbas radhiyallāhu Ta'ālā 'anhu beliau berkata: Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: Jika salah seorang dari kalian makan makanan jangan dia usap tangannya sampai dia menjilat tangannya tersebut. Atau dia menjilatkan tangannya tersebut.  [Muttafaqun Alaihi]
Kata Ibnu Hajar diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim
.
Ikhwan dan akhwat, hadits ini menjelaskan tentang salah satu adab daripada adab dalam memakan.
Seorang yang makan hendaknya dia membersihkan makanan. Dan inilah adab Islam yang sangat indah agar kita dijauhkan dari sikap tabdzir, dijauhkan dari sikap kufur kepada nikmat. 

Bayangkan kalau makanan yang lezat belum habis kemudian kita cuci piringnya tersebut atau kita cuci tangan kita sehingga mengalirlah makanan tersebut bersama kotoran-kotoran, ini merupakan bentuk dari tidak bersyukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Oleh karenanya, Islam mengajarkan kita untuk bersyukur atas segala nikmat yang Allāh berikan kepada kita.

Dalam hal makanan, kita berusaha menghabiskan makanan tersebut. Seorang makan sesuai dengan keperluannya. Dan tatkala dia ambil makanan tersebut, maka dihabiskan, jangan sampai ada yang dibuang sehingga dia menjilat sisa-sisa makanan yang ada. Baik yang ada di tangannya ataupun yang ada di piringnya.

Maksud Nabi disini bukanlah tatkala sedang makan dijilat-jilat tangannya kemudian dia makan lagi apalagi tatkala sedang makan berjama'ah, tidak. Maksudnya di akhir tatkala selesai makan, selesai makan dibersihkan.

Karena dalam hadits Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan: 

إِنَّكُمْ لاَ تَدْرُونَ فِى أَيِّهِ الْبَرَكَةُ

Kalian tidak tahu dibagian mana makanan tersebut yang ada keberkahannnya. Tatkala makanan banyak dihadapan kita, Allāh meletakkan barakah di sebagian makanan tersebut, kita tidak tahu dimana barakah tersebut, apakah di awal makanan kita, apakah ditengah makanan kita atau di akhir makanan kita.

Dan kalau pas kita mendapati keberkahan makanan tersebut maka ini akan berpengaruh dengan ibadah kita, keberkahan membuat kita sehat, diberkahi oleh Allāh makanan tersebut sehingga, buat kita sehat, buat kita semangat untuk beribadah. Ini Allāh berikan keberkahan kepada makanan tersebut.

Maka seseorang berusaha untuk menghabiskan makanannya sehingga dia bisa pasti mendapat keberkahan makanan tersebut.

Karena diajarkan bagi kita untuk menjilat-jilat tangan kita yang masih bersisa-sisa makanan.
Demikian juga kata Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam: Atau dia jilatkan kepada oranglain (أَوْ يُلْعِقَهَا), maksudnya yaitu seperti antara suami dan istri, diantara bentuk rasa cinta suami dan istri, istri terkadang menjilat tangan suaminya atau suami menjilat tangan istrinya.

Dan ini diantara perkara yang disunnahkan, tidak jadi masalah kalau mereka sedang makan, mereka saling suap menyuapi diantara mereka, atau saling jilat jari jemari mereka atau antara ayah dengan anak, ini tidak mengapa dan diajarkan dalam Islam.

Oleh karenanya, jangan dengarkan perkataan sebagian orang yang merendahkan adab Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam dalam masalah ini. Mereka mengatakan "Apa itu Islam, kok adabnya buruk? Sampai menjilat-jilat jari. Ini adalah perkara yang menjijikkan. Ini tidak benar.
Maksud Nabi bukan kita menjilat-jilat jari kita tatkala sedang makan bersama tengah makan.

Maka maksudnya adalah setelah di akhir makan, untuk menunjukkan rasa syukur kita kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla. Tidak ada sedikit makananpun yang kita buang, tapi semuanya kita makan.
Dan kita ingat, masih banyak orang-orang miskin yang kesulitan mendapatkan makan. Masih banyak orang miskin yang kelaparan.

Apakah kita kemudian makan kemudian ada sisanya lalu kita buang? Seandainya sisa-sisa tersebut kita habiskan menunjukkan rasa syukur kita kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Demikianlah apa yang bisa kita sampaikan pada kesempatan kali ini.

Wabillāhit taufiq wal hidāyah.
Assalāmu'alaykum warahmatullāh wabarakātuh.