Friday, April 5, 2013

3 Mitos Tentang Cinta Pada Pandangan Pertama



 



Apakah cinta pada pandangan pertama itu benar-benar ada?

Ini adalah topik yang paling banyak ditanyakan orang sepanjang sepuluh tahun karir saya sebagai Relationship Coach di HitmanSystem.com. Beragamnya nasihat dan kisah cinta tentang di luar sana membuat orang-orang punya pemikiran yang salah tentang cinta pada pandangan pertama. Akibatnya jadi banyak hati yang trauma dan hubungan yang terluka, bahkan cinta pun jadi sesuatu yang dianggap berbahaya, negatif, dan menyakitkan.

Ayo luangkan waktu sepuluh menit saja untuk mengedukasi diri Anda. Baca, renungkan, komentari, dan sebarkan pada teman-teman Anda.

MITOS 1: cinta itu urusan hati atau jiwa.
Benar bahwa cinta adalah gejolak emosi yang timbul dalam bentuk perasaan di hati atau di jiwa. Tapi salah jika Anda berpikir bahwa rasa cinta itu sekonyong-konyong timbul begitu saja dalam hati. Rasa cinta tumbuh dari proses yang terjadi dalam otak, biologi, dan fisik Anda. Saat tertarik pada seseorang, tubuh Anda dibanjiri biokimia tubuh seperti testosterone, estrogen, dopamine, dan norepinephrine yang bercampur aduk sehingga Anda merasakan gejolak emosi tertentu. Perasaan-perasaan demikian yang kemudian Anda terjemahkan sebagai ‘ada rasa’, ‘ada geregetan’, ‘ada penasaran’, ‘ada deg-degan’, 'ada hati', dsb. Artinya, cinta turun dari mata, berputar-putar di otak dan seluruh sistem tubuh, lalu barulah terasa di hati.

Cinta pada pandangan pertama merupakan efek psikologis yang muncul karena kombinasi biokimia dalam tubuh Anda. Para peneliti medis sudah menemukan bahwa obat penenang/antidepresan (yang berfungsi meningkatkan zat serotonin agar Anda merasa rileks, hepi, ceria) bisa membuat seseorang jadi agak merasa sulit jatuh cinta ataupun tumpul dalam merasakan kehangatan cinta. Demikian juga sebaliknya, sejumlah mineral tertentu, seperti coklat, buah, dan makanan yang berprotein tinggi bisa semakin memudahkan atau memeriahkan rasa cinta. Jadi jika Anda merasakan cinta pada pandangan pertama, itu pasti karena tubuh fisik Anda (sengaja atau tidak disengaja) mengalami gejolak biokimia.. makanya orang-orang sering bilang, “Gue ngerasa kalo lagi sama dia seperti ada chemistry-nya!”

MITOS 2: ada cinta pada jatuh cinta.
Saya sudah bongkar di atas bahwa cinta sebenarnya reaksi fisik di dalam tubuh, nah berikut ini saya juga ingin membongkar bahwa jatuh cinta pada pandangan pertama pun sesungguhnya tidak melibatkan cinta sama sekali. Cinta yang saya maksud di sini adalah rasa kesatuan dan kelekatan yang mengikat sehingga dua orang bisa bertahan melalui suka-duka bersama. Saat PDKT dan terjadi cinta pandangan pertama, tidak ada cinta ataupun kualitas rasa yang sedalam seserius itu. Yang ada hanyalah ketertarikan hasrat atau gairah untuk mencari, mendekati, dan memiliki sesuatu yang terasa nikmat. Itu dorongan dan harapan yang normal alamiah, setiap manusia memang tercipta demikian. Setiap hubungan cinta sewajarnyalah dimulai dari rasa yang seperti itu.

Dalam PDKT dan romansa, hal-hal apa saja yang terasa nikmat dan membangkitkan hasrat? Penampilan yang indah atau seksi. Perilaku yang unik dan aneh. Kegiatan yang bersifat permainan atau tantangan. Dan yang paling penting adalah adanya kontak fisik. Jika ada seorang lawan jenis (secara sengaja atau tidak sengaja) melibatkan Anda berbagai hal tersebut, tubuh cenderung otomatis dibanjiri biokimia yang membuat Anda merasa ‘jatuh cinta’. Tapi jelas itu bukan (jatuh) cinta dalam arti yang sebenarnya, itu hanya hasrat atau gairah karena terpancing kenikmatan atau keseruan tertentu. Makanya jangan norak dan terlalu serius bawa-bawa cinta kalau baru kenal seseorang.

MITOS 3: cinta itu butuh kepastian dan kenyamanan.
Mitos ini membuat banyak orang jadi sibuk menawarkan kenyamanan, kebaikan, kepastian saat PDKT. Padahal justru sebaliknya, cinta pada pandangan pertama alias ketertarikan hasrat dan gairah itu muncul karena ada campuran kenyamanan dan ketidaknyamanan. Kalau Anda membuat doi 100% nyaman pada Anda, maka dia hanya merasa aman nyaman pada Anda: dia tahu bahwa Anda akan selalu baik padanya, bahwa dia tidak akan pernah kehilangan kepedulian dan bantuan Anda, bahwa Anda akan selalu bersamanya sekalipun dia tidak mempedulikan ataupun membalas kebaikan Anda. Jika Anda memberi kenyamanan, dia bukannya jadi tertarik pada Anda.. dia malah jadi datar atau biasa saja pada Anda. Karena saat PDKT, kenyamanan itu membunuh bibit-bibit cinta.

Coba ingat kisah orang ataupun pengalaman Anda sendiri tentang cinta pada pandangan pertama. Seringkali bertolak belakang dengan idealisme bahwa percintaan timbul dari persahabatan. Misalnya, Anda baru kenal dia lewat social media alias masih bahaya dan asing, tapi entah kenapa obrolan kalian bisa sangat nyambung. Atau misal Anda biasanya benci orang yang narsis, tapi Anda terkejut ternyata di balik itu ada kelembutan yang tidak banyak orang tahu. Atau misalnya semua orang bilang dia player dan brengsek, tapi Anda jadi tertarik karena tanpa sengaja melihatnya bekerja keras demi orangtuanya yang sakit keras. Campuran kenyamanan dan ketidaknyaman, itu adalah tanah yang subur untuk gejolak biokimia (baca: cinta) pada pandangan pertama. Makanya banyak film mengisahkan pasangan yang jatuh cinta tanpa sengaja, romantisme yang tak terduga, karena ada permainan, unsur kecelakaan atau bahaya, serta peristiwa seru mendebarkan di luar dugaan lainnya.

Jadi kesimpulannya adalah jatuh cinta pada pandangan pertama itu sebenarnya tidak ada. Seperti saya tulis dalam buku Dapatkan Cintanya Dibawah 7 Detik, yang ada hanyalah jatuh doyan atau jatuh nafsu pada pandangan pertama, alias Lust At First Sight. Ketertarikan hasrat atau gairah itulah yang kemudian jika dibina dalam hubungan akan bertumbuh jadi cinta yang serius, kuat, dan mengikat untuk waktu lama. Cinta itu timbulnya belakangan, so jangan sok norak lagak serius-serius pada saat pendekatan ya.. karena bukan saja itu mematikan cinta, tapi itu juga penipuan!

Selamat menikmati lebih banyak 'cinta' pada pandangan pertama!

Salam revolusi cinta,
@lexdepraxis
LOVE AND RELATIONSHIP COACH

No comments:

Post a Comment