Tuesday, March 22, 2011

Jika Saat Ini Rasulullah Duduk di Samping Anda

 


By : Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec (Nio Gwan Chung)

There is Muhammad the Prophet. There is Muhammad the General; Muhammad, the king; Muhammad, the Warrior; Muhammad, the Businessman; Muhammad, the Preacher; Muhammad, the Philosopher; Muhammad, the Statesman; Muhammad, the Orator; Muhammad, the Reformer; Muhammad, the Refuge of Orphans; Muhammad, the Protector of Slaves; Muhammad, the Emancipator of Woman; Muhammad, the Saint. And in all these magnificent roles, in all these departments of human activities, he is like a hero  (Ramakrishna Rao)
Mari kita berimajinasi membayangkan seandainya Nabi Muhammad SAW, tokoh yang sempurna itu berada duduk disamping kita dan bertanya tentang beberapa hal.


"Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh," sapanya. "Wahai saudaraku, betulkah engkau benar-benar beriman kepadaku disamping beriman kepada Allah, Malaikat, kitab-kitab, para Nabi, Hari akhir dan qadha dan qadar dari Allah? Sudahkah keimananmu itu menjadikanmu tentram dan tidak mencari keimanan yang lain?"

"Wahai saudaraku, benarkah cintamu kepadaku lebih besar daripada cintamu kepada harta, jabatan dan keluargamu?  Bukankah engkau telah melihat nasib umatku yang kelaparan, kedinginan dan menderita? Sudahkah engkau berbuat sesuatu dgn hartamu?"

"Wahai saudaraku, sesekali aku mendengar engkau bershalawat kepadaku dan berzanzi memujiku, sudahkah engkau menghayati arti dan maknanya ?"

"Wahai saudaraku, janganlah tersinggung kalau aku bertanya demikian, itulah yang aku amati dari kebanyakan umatku. KTP nya muslim tetapi tindak tanduknya...Masya Allah!
Sungguhpun demikian, aku sebagai Rasul Allah akan tetap berdoa kepada-Nya untuk keselamatanmu semua. Aku akan tetap memberikan syafa'atku kepadamu selama engkau tidak menyekutukan Allah dan tidak banyak berbuat dosa besar."

"Aku memahami hidup ini semakin sulit, banyak diantara kalian yang stress dan ciut nyalinya dan banyak anak muda yang tidak bergairah menatap masa depannya."

"Jangan sedih saudaraku! Aku juga dulu mengalami masa-masa yang sulit. Aku terlahir sebagai yatim. Setelah berusia 6 tahun, ibuku tercinta pun mangkat dikampung Abwa saat pulang berziarah ke pusara ayahku di Madinah. Saat itu akupun bertanya kepada Ummu Ayman, pembantu setia ibuku, kemana aku harus pergi? Di rumah siapa aku harus tinggal? Siapa yang akan membiayai hidupku? Siapa yang akan memberikan belai kasih kepadaku? Aku menjadi yatim piatu saat usiaku 6 tahun."

"Ummu Ayman membawaku ke kakekku tercinta Abdul Muthalib. Beliau mencurahkan kasih sayangnya kepadaku. Tapi apa dinyana, hanya berselang dua tahun, beliaupun di panggil Allah SWT. Selanjutnya aku harus mencari tempat berteduh lagi. Syukurlah, kakekku menitipkan aku kepada Abu Thalib, saudara tua ayahku. Meskipun keadaan ekonomi pamanku tidak terlalu bagus dan sering kekurangan makan."

"Untuk meringankan beban ekonomi, aku bekerja serabutan. Sebagai anak remaja aku mengerjakan apa saja asalkan halal; dari mengembala kambing, mencari kayu bakar, sampai memikul batu."

"Mengenai masalah keluarga, terkadang aku sedih kalau mendengar sebagian orientalis dan sebagian umatku yang berfikir dan menuduhku dengan tuduhan yang menyakitkan. Mereka menuduhku sebagai seorang hypersex, fedofil dan banyak memiliki istri. Seolah tidak ada cerita lain dari kehidupan rumah tanggaku kecuali poligami."

"Jika anda melihat perjalanan hidupku, anda akan melihat bahwa selama 25 tahun atau lebih aku hanya memiliki seorang istri Khadijah binti Khuwalaid. Disaat Khadijah hidup, cintaku hanya untuk dirinya. Pada usia sekitar 51  tahun baru aku di amanahi Allah untuk mencari pengganti Khadijah, guna menemani perjuangan dakwah ini."

"Lebih penting lagi, jika anda perhatikan hampir semua istri-istriku setelah Khadijah adalah janda-janda yang tidak jarang usianya lebih tua dariku. Saudah binti Zam'ah misalnya berusia 65 tahun saat aku berusia 51 tahun. Ia adalah janda dengan 12 anak yang ditinggal mati suaminya Sukran bin Amsal al-Anshary. Demikian juga Maimunah binti al-Harist janda Ruham bin Abdul Uzza, ia berusia 63 tahun saat aku 58. Maimunah banyak membantuku dalam dakwah di kalangan Yahudi. Sama juga halnya dengan Juwairiyyah binti  Harust al-Khuzaiyyah, ia telah berusia 65 tahun ketika aku 57. Ia termasuk janda miskin dengan 17 anak. Satu-satunya wanita yang aku nikahi dalam keadaan gadis adalah 'Aisyah dan Maria al-Qibtiyyah, seorang budak yang dihadiahkan oleh al-Muqauqis Mesir, lalu aku merdekakan."

"Wahai saudaraku, jagalah agama Islam ini baik-baik! Aku dan sahabat-sahabatku dahulu memperjuangkannya dengan tetesan keringat, darah dan air mata. Selama 10 tahun tidak kurang dari 9 peperangan besar dan  53 ekspedisi militer kujalani. Dengan segala kekurangan bekal dan kesederhanaan persenjataan, sedikit demi sedikit bumi Allah dibebaskan dari belenggu kejahiliyahan."

"Wahai saudaraku, akhirnya aku ingin meninggalkan 2 hal sebagai peninggalanku. Ambillah keduanya dengan baik dan peganglah erat-erat. Selama engkau berpedoman kepada keduanya niscaya engkau akan sukses di dunia dan akhirat. Itulah al-Quran dan sunnahku." 

Setelah cukup puas mendengarkan Rasulullah bertutur kata, anda berkata, "Terima kasih wahai Rasulullah, engkau telah memberikan nasehat dan suri tauladan yang begitu mulia kepadaku". Kemudian Rasulullah pergi meningalkan anda seraya berucap :
Wassalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh


No comments:

Post a Comment